Di tengah kehidupan yang terus bergerak cepat, kadang kita lupa bahwa sejumput kebaikan yang dilakukan terus-menerus bisa berarti jauh lebih besar dibandingkan amal besar yang hanya sesekali. Inilah kekuatan dari sedekah secara konsisten. Meskipun jumlahnya kecil, keberkahan yang dihadirkan bisa melampaui apa yang dibayangkan.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah meremehkan kebaikan sekecil apa pun,” (HR Muslim). Sebab, bisa jadi kebaikan kecil itulah yang menyelamatkan kita di akhirat kelak. Bayangkan, hanya dengan seribu rupiah yang disedekahkan setiap hari, seseorang bisa meraih pintu-pintu keberkahan yang tidak pernah ia sangka sebelumnya.
Namun, masyarakat sering terjebak pada paradigma bahwa sedekah harus besar, harus mencolok, dan harus terlihat. Akibatnya, banyak orang menunda atau bahkan tidak bersedekah sama sekali. Padahal, sedekah konsisten, meski kecil, bisa menciptakan keajaiban yang nyata dalam hidup. Seperti tetesan air yang mampu melubangi batu karena terus menetes, begitu juga dengan sedekah konsisten yang mampu melunakkan hati, membuka pintu rezeki, dan menjadi tabungan akhirat yang tak terhingga nilainya.
Saat Sedekah dalam Keyakinan
Namun kenyataannya tak selalu indah. Ada yang bersedekah tapi merasa terbebani. Mereka takut hartanya habis, takut tidak cukup untuk keluarga, atau merasa kesal karena merasa dimanfaatkan. Inilah sisi gelap yang kadang tersembunyi di balik niat baik. Jika sedekah konsisten dijalankan tanpa niat tulus dan keyakinan kepada janji Allah, maka bisa menjadi sumber kegelisahan, bahkan keputusasaan.
Sebagian orang mulai mengeluh, “Sudah bersedekah tiap minggu, tapi kok hidup tetap susah?” Kalimat itu bukan sekadar keluhan, tapi jeritan batin yang merasa tertipu oleh ekspektasi. Tapi mungkin yang perlu direnungkan adalah apakah infaq itu kita lakukan sebagai bentuk ibadah, atau hanya sebagai investasi duniawi?
Allah SWT berfirman: “Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai seratus biji.” (QS. Al-Baqarah ayat 261) Itu artinya, ganjaran dari shadaqah secara rutin, meski tampak kecil, bisa berlipat ganda di luar logika manusia. Tapi ganjaran itu bukan selalu dalam bentuk harta atau materi. Kadang ia hadir dalam bentuk kesehatan, ketenangan hati, atau anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Ada seorang penjaja gorengan di sebuah kota kecil yang menyisihkan seribu rupiah setiap harinya untuk kotak amal masjid. Orang-orang memandangnya remeh, bahkan mencibir, “Apa gunanya cuma seribu?” Tapi bertahun-tahun kemudian, ketika masjid berhasil direnovasi dan diperluas, uang seribuan yang dikumpulkan setiap hari dari tukang gorengan itu menjadi salah satu penyumbang terbesar karena konsistensinya.
Itulah kekuatan dari shadaqah secara konsistensi. Ia mungkin tak terlihat saat ini, tak disanjung, tak diabadikan di baliho, tapi di hadapan Allah, ia bersinar. Imam Al-Ghazali pernah mengatakan: “Konsistensi dalam kebaikan lebih dicintai Allah daripada banyaknya amal yang tidak terus-menerus.”
Pernyataan ini menggambarkan bahwa keistiqamahan meski kecil nilainya adalah cermin dari ketulusan dan niat yang kokoh.
Namun perlu diakui, menjaga shadaqah secara kesinambungan itu tidak mudah. Terkadang kita tergoda oleh kebutuhan mendadak, rasa malas, atau merasa tak ada cukup uang. Tapi justru di situlah nilai lebihnya mempertahankan niat baik dalam kondisi sulit.
Mengapa Sedekah Perlu Teratur
Bayangkan tubuh manusia. Ia tumbuh bukan karena satu kali makan besar, melainkan karena makan sedikit tapi rutin setiap hari. Begitu pula ruhani dan keberkahan dalam hidup. Shadaqah secara berkelanjutan melatih kita untuk senantiasa mengingat Allah, berbagi dengan sesama, dan meruntuhkan ego akan kepemilikan harta.
Apalagi di era modern ini, peluang untuk bershadaqah semakin luas. Melalui transfer, aplikasi digital, hingga kotak amal daring. Tidak ada lagi alasan untuk tidak berbagi. Bahkan, dengan fitur auto-debit, kita bisa menjadwalkan shadaqah teratur tanpa takut lupa.
Namun, jika semua sudah dimudahkan, kenapa masih berat? Barangkali karena hati belum yakin, atau ada rasa sayang terhadap harta. Tapi ketahuilah, harta yang diinfaq-an adalah satu-satunya yang benar-benar menjadi milik kita di akhirat kelak.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda “Tidak akan berkurang harta karena shadaqah,” (HR. Muslim). Hadist ini menyentuh sisi emosional terdalam dari manusia yakni rasa takut kehilangan. Tapi Rasulullah menegaskan, justru dengan shadaqah secara teratur, kita sedang memperkaya diri dengan cara yang tidak terlihat oleh mata dunia.
Bayangkan jika semua orang mulai dengan seribu rupiah setiap hari. Jika 10 juta penduduk Indonesia melakukannya, akan terkumpul 10 miliar rupiah setiap hari. Dana yang bisa menyekolahkan anak-anak miskin, membangun rumah sakit, hingga menyediakan makanan bagi mereka yang kelaparan. Semua dimulai dari satu hal sederhana yakni shadaqah kecil tapi berkelanjutan.
Kadang, kebaikan tidak perlu diumumkan. Ia cukup dilakukan. Tidak harus dengan emas dan berlian, tidak harus dengan jutaan rupiah. Kadang cukup dengan sepuluh ribu, asal rutin. Cukup dengan dua ribu rupiah, asal tidak terputus. Cukup dengan niat yang murni dan tidak goyah.
Namun dunia akan selalu mencemooh. Mereka yang menyumbang banyak dalam satu waktu akan dipuji dan dielu-elukan. Tapi mereka yang menyumbang sedikit namun setiap hari akan dianggap biasa. Tapi Allah tidak menilai besaran, melainkan keikhlasan dan kesinambungan.
Jika hari ini kita tidak bisa bershadaqah seratus ribu, tidak mengapa. Tapi jangan biarkan kita tidak bersedekah sama sekali. Mulailah dari yang kecil, tapi istiqamah. Karena di balik berbagi secara teratur, tersembunyi keberkahan yang luar biasa besar, tak hanya untuk diri sendiri, tapi untuk dunia.