Rasulullah Menyukai Makanan yang sederhana, namun penuh makna. Beliau tidak hidup untuk memanjakan lidah, tetapi setiap yang beliau makan memiliki nilai gizi, hikmah, dan keberkahan. Di antara makanan yang beliau sukai adalah yang manis dan buah. Pilihan ini bukanlah sekadar soal rasa, tetapi bagian dari rahmat Allah kepada hamba-Nya.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, disebutkan: “Rasulullah menyukai madu dan manisan.” (HR. Bukhari). Madu adalah simbol kemurnian dan kesehatan, sedangkan manisan saat itu sering dibuat dari kurma atau buah-buahan yang dikeringkan. Dari sini terlihat, bahwa yang manis dan buah bukan hanya nikmat di lidah, tetapi juga menyehatkan badan.
Nilai Gizi dan Keberkahan Makanan Rasulullah
Ketika Rasulullah Menyukai Makanan manis dan buah, beliau memberikan teladan bahwa seorang muslim harus memperhatikan apa yang masuk ke dalam tubuh. Buah seperti kurma, anggur, delima, dan melon adalah sumber energi yang alami. Allah Ta’ala berfirman: “Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik.” (QS. An-Nahl: 67). Ayat ini menegaskan bahwa buah-buahan adalah karunia yang halal, selama dimanfaatkan dengan baik.
Ulama seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan dalam Zaad al-Ma’ad, bahwa buah-buahan yang manis memberikan efek menguatkan hati, menyegarkan tubuh, dan membersihkan saluran pencernaan. Inilah sebabnya Nabi ﷺ tidak hanya sekadar menyukai rasa manis, tetapi menjadikannya bagian dari pola makan yang sehat.
Namun, di balik kebaikan ini, ada peringatan. Makanan manis yang berlebihan, apalagi yang diproses dengan bahan kimia dan gula berlebihan, dapat menjadi penyakit. Banyak orang tergoda pada rasa, hingga lupa batas. Padahal Rasulullah ﷺ mengajarkan prinsip keseimbangan, sebagaimana sabdanya: “Tidak ada wadah yang lebih buruk diisi oleh anak Adam selain perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya…” (HR. Tirmidzi).
Buah-buahan dalam Kehidupan Sehari-hari Rasulullah
Rasulullah ﷺ sering mengonsumsi kurma, baik segar maupun kering. Kurma ajwa bahkan disebut sebagai pelindung dari sihir dan racun jika dimakan tujuh butir setiap pagi, sebagaimana sabdanya: “Barang siapa makan tujuh butir kurma ajwa pada pagi hari, maka racun dan sihir tidak akan membahayakannya pada hari itu.” (HR. Bukhari).
Selain kurma, beliau juga menikmati semangka yang dimakan bersama kurma basah. Ibnu Qayyim menafsirkan kebiasaan ini sebagai bentuk keseimbangan panas dan dingin pada makanan. Beliau pun suka minum air manis yang jernih dan segar. Semua ini menunjukkan bahwa manis dan buah yang beliau sukai tidak pernah lepas dari hikmah kesehatan.
Di sisi lain, ada pula orang yang justru memandang rendah makanan sederhana ini. Mereka menganggap makanan mewah lebih membanggakan, padahal yang diajarkan Rasulullah ﷺ adalah kesederhanaan, bukan kemewahan yang berlebihan. Inilah bentuk kelalaian yang dapat menghapus keberkahan rezeki.
Imam As-Suyuthi dalam Al-Jami’ ash-Shaghir menulis bahwa kebiasaan Nabi ﷺ dalam mengonsumsi buah adalah bagian dari thibbun nabawi (pengobatan nabawi) yang sangat bermanfaat. Bahkan, beberapa tabib muslim awal mengembangkan ilmu gizi berdasarkan pola makan Rasulullah ﷺ.
Rasulullah Menyukai Makanan Manis dan Buah
Kesukaan Rasulullah Menyukai Makanan yang manis dan buah memberi pelajaran bahwa kenikmatan dunia harus disyukuri, tetapi tidak boleh membuat kita lalai. Rasa manis yang masuk ke dalam tubuh akan menjadi sumber energi, namun rasa manis yang berlebihan akan membawa penyakit.
Kita melihat di masa kini, banyak orang terjebak dalam gaya hidup yang tidak sehat. Mereka mengganti buah alami dengan minuman kemasan, atau mengonsumsi gula rafinasi yang jauh dari manfaat. Padahal, jika mengikuti teladan Nabi ﷺ, kita akan memilih makanan yang sederhana, alami, dan halal.
Ibnu Rajab Al-Hanbali menekankan bahwa makanan Nabi ﷺ selalu mengandung keberkahan karena beliau memulai dengan basmalah, makan secukupnya, dan mengakhirinya dengan hamdalah. Bahkan makanan manis sekalipun akan menjadi kebaikan bila dikonsumsi dengan adab dan niat yang benar.