Rasulullah Dalam Memperlakukan Istri dan Anak-anak Perempuannya

Rasulullah Dalam Memperlakukan Istri dan Anak-anak Perempuannya

Rasulullah dalam memperlakukan istri dan anak-anak perempuannya. Di saat banyak masyarakat zaman itu memperlakukan perempuan dengan tidak adil, bahkan memandang mereka sebagai beban, Rasulullah datang membawa revolusi akhlak yang begitu luhur dan membalikkan seluruh pandangan itu. Sosok beliau bukan hanya pemimpin besar di medan dakwah dan perang, tetapi juga figur keluarga yang sangat lembut, penuh cinta, dan menebarkan rasa aman kepada keluarganya.

Keteladanan beliau bukan terwujud dalam kata-kata saja, tetapi hadir nyata dalam sikap, pilihan, dan cara beliau berinteraksi dengan orang-orang terdekat. Istri-istri beliau tidak pernah merasa diabaikan, apalagi disakiti. Anak-anak perempuan beliau pun tumbuh dengan penuh kasih, dihormati sebagaimana laki-laki, bahkan lebih dijaga kehormatannya. Semua itu menjadi bukti bahwa Islam sejak awal menjunjung tinggi kehormatan perempuan.

Bagaimana Rasulullah Dalam Memperlakukan Perempuan

Rasulullah adalah suami yang penuh perhatian. Beliau tidak segan membantu pekerjaan rumah tangga, bahkan merendahkan dirinya untuk hal-hal yang di masa itu dianggap tugas perempuan. Aisyah RA pernah berkata bahwa Rasulullah SAW biasa menjahit sendiri bajunya, memperbaiki sandalnya, dan melakukan pekerjaan rumah seperti orang biasa di antara keluarganya. Bagi beliau, mencintai istri bukan hanya dengan kata manis, tetapi dengan hadir, mendengarkan, dan berkontribusi dalam urusan sehari-hari.

Beliau juga tahu kapan harus bersikap lembut dan kapan harus tegas. Namun ketegasannya tidak pernah lahir dari amarah, melainkan dari cinta dan tanggung jawab. Dalam setiap interaksi, Rasulullah selalu memberikan ruang bagi istrinya untuk bicara, menyampaikan perasaan, bahkan ketika perasaan itu bernada cemburu atau kecewa. Ia tidak mematikan suara istrinya, justru mendengarkan dengan hati yang terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi dalam rumah tangga bagi Rasulullah bukan tentang menang atau kalah, tapi tentang saling memahami dan menumbuhkan.

Salah satu bentuk kasih sayang beliau yang begitu menyentuh hati adalah bagaimana beliau memperlakukan Khadijah RA, istri pertamanya. Meski Khadijah telah wafat, cinta dan hormat Rasulullah tidak pernah luntur. Beliau masih kerap menyebut nama Khadijah, memuliakan sahabat-sahabat Khadijah, bahkan bersedih setiap mengenang kebaikannya. Hal ini menunjukkan bahwa cinta yang tulus tidak pernah padam oleh waktu atau jarak. Dan dari sanalah kita belajar, bahwa menghargai pasangan bukan hanya saat mereka ada, tapi juga setelah mereka tiada.

Sikap Nabi Terhadap Anak-anak Perempuannya

Tidak kalah indahnya adalah cara beliau memperlakukan anak perempuan. Fatimah Az-Zahra RA, putri tercintanya, bukan hanya diperlakukan sebagai anak, tapi juga sebagai perempuan yang memiliki kehormatan tinggi. Setiap kali Fatimah datang, Rasulullah berdiri menyambutnya, menciumnya di kening, lalu mempersilakannya duduk di tempat terbaik. Begitu juga sebaliknya, Fatimah selalu menunjukkan rasa hormat yang dalam kepada ayahnya. Hubungan mereka dilandasi cinta, saling menghormati, dan kehangatan yang sangat kuat.

Rasulullah tidak pernah memandang Fatimah lemah hanya karena dia perempuan. Sebaliknya, beliau memberikan ruang bagi Fatimah untuk tumbuh sebagai perempuan tangguh, cerdas, dan berani. Fatimah tidak hanya dikenal karena keturunannya, tetapi karena kebaikan akhlaknya dan keteladanannya sebagai wanita muslimah. Dalam rumah Rasulullah, tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, karena beliau memandang setiap jiwa sebagai amanah yang harus dijaga.

Salah satu sabda Rasulullah yang paling terkenal tentang perempuan adalah ketika beliau berkata
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku”
(HR. Tirmidzi)

Hadist ini bukan hanya anjuran, tetapi pengakuan tentang standar seorang laki-laki sejati dalam Islam. Ukuran kebaikan bukan pada jabatan, kekayaan, atau pengaruh di luar rumah, melainkan bagaimana ia memperlakukan orang-orang terdekatnya. Seorang suami yang lembut, ayah yang pengertian, dan pemimpin yang bertanggung jawab.

Di rumahnya, Rasulullah menjadi sumber kedamaian. Tidak ada kekerasan, tidak ada kata kasar, tidak ada tekanan. Beliau menciptakan suasana yang nyaman, di mana istri dan anak-anaknya bisa tumbuh dengan bahagia dan percaya diri. Dan itulah esensi keluarga dalam Islam, tempat untuk saling menguatkan, saling mendukung, dan saling mencintai.

Maka tidak berlebihan jika rumah Rasulullah disebut sebagai madrasah cinta, tempat semua nilai kebaikan dimulai dan diajarkan. Sebab dari keluarganya, lahirlah generasi yang kuat, penuh iman, dan berpengaruh besar dalam sejarah Islam.

Di tengah kehidupan modern yang penuh tantangan dan distraksi, keteladanan Rasulullah dalam memperlakukan istri dan anak perempuannya menjadi oase. Ia mengingatkan kita bahwa keluarga adalah pusat peradaban. Dan untuk membangun peradaban yang sehat, kita harus mulai dari rumah yang sehat pula. Dengan cinta, dengan penghargaan, dan dengan teladan terbaik yang pernah hidup di muka bumi.

Bagikan:

Related Post