Di antara ibadah yang penuh makna dalam Islam, puasa bukan hanya perintah, tetapi juga bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Bukan hanya orang kaya atau mampu yang diperintahkan untuk berpuasa, melainkan seluruh umat Islam, tak terkecuali mereka yang hidup dalam keterbatasan. Justru dalam hidup orang-orang miskin, puasa menjadi bagian yang melekat—bukan sekadar karena perintah, tetapi karena realitas hidup yang membuat mereka akrab dengan lapar.
Bagi sebagian orang, menahan makan adalah bentuk ibadah yang hanya dijalani di bulan Ramadan. Namun bagi mereka yang hidup dalam kekurangan, kondisi itu sudah menjadi bagian dari keseharian. Bukan karena niat ibadah, melainkan karena keterpaksaan. Namun betapa indahnya, saat keterbatasan itu diubah menjadi ladang pahala. Bukan lagi kesedihan semata, tapi menjadi bentuk ketaatan yang mengangkat derajat.
Anjuran Berpuasa Bagi Orang Miskin
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya dalam surga ada sebuah pintu yang disebut Ar-Rayyan, yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadist ini tidak menyebutkan bahwa pintu itu hanya untuk orang kaya, pemimpin, atau mereka yang punya kelapangan duniawi. Tapi justru untuk mereka yang menahan diri demi Allah. Dan siapakah yang lebih paham tentang menahan lapar selain orang miskin?
Namun bukan berarti semua orang miskin wajib berpuasa sepanjang tahun. Islam tidak mewajibkan puasa sunnah kepada siapa pun, apalagi jika kondisinya berat. Tapi bagi mereka yang mampu, dan menjadikan puasa sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, maka jalan itu terbuka lebar. Bahkan Rasulullah sangat menganjurkan bagi mereka yang belum mampu menikah untuk memperbanyak puasa sebagai penguat spiritual dan penjaga diri.
Dalam hadist beliau bersabda: “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka menikahlah. Namun jika belum mampu, maka berpuasalah, karena itu bisa menjadi penjaga baginya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Betapa mulianya Islam, yang menjadikan puasa bukan sekadar ibadah, tetapi juga solusi. Ketika seseorang hidup dalam kekurangan, dan tidak punya banyak pilihan, maka puasa menjadi benteng dari godaan, pelindung dari keputusasaan, dan penenang di tengah kerasnya kehidupan.
Tentu, di balik anjuran ini, tersimpan tantangan yang tidak ringan. Menjalani puasa dalam kondisi ekonomi yang sulit bukan perkara mudah. Tubuh mungkin sudah terbiasa lapar, tetapi hati masih bisa terguncang. Ketika melihat orang lain berbuka dengan makanan lezat, sementara dirinya hanya memiliki air putih dan sepotong roti, rasa pedih bisa muncul. Di sinilah ujian itu datang, dan justru menjadi ladang pahala jika dilalui dengan sabar.
Kesedihan memang sering kali menyelimuti orang miskin. Tidak hanya karena kekurangan materi, tetapi juga karena rasa terpinggirkan. Namun saat mereka mengikat kesabaran dengan ibadah puasa, maka kesedihan itu perlahan berubah menjadi keteguhan. Bukan air mata lagi yang turun, tetapi ketenangan. Karena mereka yakin, Allah melihat dan mencatat semua usaha mereka, sekecil apa pun itu.
Islam tidak membatasi keutamaan puasa hanya pada Ramadan. Bagi siapa saja yang mampu, Rasulullah menganjurkan puasa Senin-Kamis, puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriyah), serta puasa di bulan Muharram, Sya’ban, dan hari-hari lainnya. Bagi orang miskin, puasa sunnah bisa menjadi bentuk ibadah yang ringan dari segi harta, namun besar dalam ganjaran.
Yang lebih menyentuh, sering kali orang-orang yang hidup dalam kesederhanaan memiliki jiwa yang lebih ikhlas. Mereka tidak banyak menuntut, tidak banyak mengeluh. Dalam diam mereka beribadah, dalam sunyi mereka bersyukur. Dan saat mereka berpuasa, mereka menjalaninya dengan hati yang lapang, bukan dengan kesombongan, melainkan kerendahan hati yang begitu tulus.
Tentu kita tidak menutup mata, bahwa ada juga orang miskin yang merasa kesedihan itu terlalu dalam. Mereka tidak kuat berpuasa karena harus bekerja keras seharian demi sesuap nasi. Bagi mereka, Islam pun tidak memaksa. Allah tidak membebani hamba-Nya di luar kemampuannya. Maka siapa pun yang tidak sanggup, tidak mengapa meninggalkan puasa sunnah. Tapi bagi yang sanggup, sekalipun hidup dalam kekurangan, maka setiap hari puasa adalah bukti cinta kepada Allah.
Dalam hadist lain, Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang berpuasa satu hari karena Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh musim.” (HR Bukhari dan Muslim)
Maka betapa luasnya rahmat Allah bagi mereka yang berpuasa. Bahkan dalam satu hari saja, ada jaminan perlindungan dari siksa. Apalagi bagi orang miskin yang berjuang dalam kekurangan, namun masih ingin menunaikan ibadah itu.
Akhirnya, puasa adalah jembatan antara langit dan bumi. Ia tidak mengenal kaya atau miskin. Ia hanya mengenal ketulusan. Dan bagi mereka yang hidup dalam keterbatasan, puasa bisa menjadi cahaya dalam gelap, pelipur lara di tengah duka, dan harapan di antara keterhimpitan dunia.