Banyak yang memberi, tapi tak semua pemberian itu sampai ke langit. Banyak yang merogoh kocek, namun hanya sedikit yang benar-benar menenangkan hati. Sedekah, sejatinya, bukan hanya soal jumlah yang keluar dari dompet, tetapi soal niat yang mengalir dari dalam hati. Apa yang tersembunyi di balik niat, itulah yang menentukan apakah amal itu akan diterima oleh Allah atau hanya berhenti sebagai tindakan sosial semu.
Niat di Balik Tangan yang Memberi
Dalam Alquran Allah berfirman: “Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki…” (QS. Al-Baqarah: 261)
Ayat ini seolah menggambarkan betapa satu perbuatan bisa berkembang jadi pahala yang tak terhingga. Tapi hanya jika perbuatan itu berasal dari hati yang bersih. Sedekah yang diberi dengan ikhlas, tanpa pamrih, tanpa pamer, akan tumbuh menjadi amal yang kokoh. Tapi jika niatnya cacat—karena ingin dipuji, karena berharap imbalan dunia, atau bahkan untuk membungkam kritik—maka bisa jadi tidak diterima meski tampak besar.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan mengharap wajah-Nya semata.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam realitasnya, banyak orang yang memberi hanya agar terlihat baik. Kamera menyala saat amplop diberikan. Nama tercetak besar di atas baliho sumbangan. Tapi apakah malaikat mencatat itu sebagai ibadah, atau hanya sebagai kebisingan dunia?
Ada seorang dermawan di sebuah kota kecil yang tiap Jumat membagikan uang kepada anak yatim. Namun yang tak banyak tahu, ia selalu menitipkan amplop itu lewat orang lain. Ia tak pernah mau dikenal, tak pernah mau dipuji. Saat wafat, baru terungkap bahwa ia telah melakukannya selama 20 tahun tanpa henti. Ia percaya, jika sedekah dilakukan karena Allah, maka cukup Allah yang tahu. Dan ketika niat dijaga, amal pun diterima.
Kebaikan yang Tertolak
Tidak semua pemberian membawa berkah. Ada yang justru membawa petaka. Ketika seseorang menyumbang, tapi dengan niat menyindir, merendahkan, atau menyakiti penerima, maka sejatinya ia tidak sedang menolong, tapi mempermalukan. Dalam Alquran Allah memperingatkan dengan tegas:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah: 264)
Betapa banyak sedekah yang batal hanya karena satu kalimat penghinaan. Betapa banyak amal yang tidak diterima karena disertai kesombongan. Padahal tangan yang memberi seharusnya lebih rendah hati daripada tangan yang menerima.
Ada kisah menyakitkan dari seorang janda tua yang menerima sembako dari sebuah lembaga. Tapi setelah itu, wajahnya terpampang di media sosial dengan caption yang memancing simpati. Ia menangis bukan karena bahagia, tapi karena harga dirinya diinjak. Ia tak bisa berkata apa-apa, selain menyesal menerima bantuan yang membuatnya jadi tontonan.
Ulama besar seperti Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa amal yang disertai dengan menyakiti atau mengungkit-ungkit pemberian akan sirna nilainya. Seolah-olah tidak pernah dilakukan. Maka menjaga niat dan menghormati penerima menjadi bagian dari ibadah itu sendiri.
Ketika Sedekah Menyelamatkan Jiwa
Terkadang, niat baik tumbuh dari keterbatasan. Seorang pemulung yang hanya punya uang dua ribu rupiah tetap menyisihkannya untuk masjid. Bagi orang lain, nilainya tak seberapa. Tapi bisa jadi justru sedekah itu yang lebih diterima dibandingkan sumbangan jutaan dari seorang pengusaha yang bersedekah sambil meroketkan citra diri.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Takutlah kalian kepada neraka, meskipun hanya dengan bershadaqah setengah buah kurma.” (HR Ahmad)
Ini bukan tentang besar kecil nominal, tapi besar kecil keikhlasan. Bahkan sedikit bisa menyelamatkan jiwa, jika diberikan dengan hati yang bersih. Dan sebaliknya, bahkan yang banyak bisa menjerumuskan jika dibarengi dengan kesombongan atau harapan duniawi.
Ada orang yang berpikir bahwa sedekah adalah solusi untuk segala persoalan hidup. Mereka berharap rezeki melimpah, hutang lunas, usaha lancar setelah memberi. Tapi saat hasilnya tidak sesuai harapan, mereka marah, kecewa, bahkan berhenti memberi. Mereka lupa, bahwa sedekah bukan alat transaksi. Ia adalah bukti cinta dan pengabdian kepada Allah, bukan perjanjian bisnis.
Itulah mengapa penting untuk menata niat sejak awal. Jika kita memberi agar dicintai Allah, maka hasilnya tak harus terlihat di dunia. Bahkan jika tak ada balasan apa pun di dunia, asal amal diterima, itu sudah lebih dari cukup.