Keutamaan Silaturahmi

Keutamaan Silaturahmi

Di tengah kesibukan hidup dan tuntutan dunia yang semakin menghimpit, satu demi satu hubungan perlahan renggang. Ada saudara yang dulu akrab kini menjadi asing, ada tetangga yang dulunya sering berbincang kini tak saling sapa, dan ada keluarga yang tak pernah lagi saling berkunjung hanya karena kesalahpahaman yang tidak pernah diselesaikan. Padahal, di balik hubungan antarmanusia itu, tersembunyi keberkahan besar yang disebut keutamaan silaturahmi—sebuah amalan sederhana, namun membawa dampak luar biasa bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Menghubungkan yang Terputus

Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadist beliau menyampaikan: “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadist ini menjelaskan bahwa anjuran silaturahmi bukan sekadar mempererat hubungan sosial, tapi juga berpengaruh langsung terhadap aspek materi dan keberkahan umur. Dalam masyarakat, sering kali orang sibuk mencari cara untuk memperbesar penghasilan dan memperpanjang usia sehat, tapi lupa bahwa menjalin kembali hubungan yang retak dengan saudara adalah kunci rahmat yang sering diabaikan.

Namun pada kenyataannya, ego manusia sering kali lebih tinggi dari rasa sayang. Hanya karena ucapan yang menyinggung, seseorang tega memutus silaturahmi bertahun-tahun. Hanya karena perbedaan pendapat, sebuah keluarga hancur dan tidak saling sapa. Mereka lupa bahwa memutus silaturahmi adalah salah satu dosa besar yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadist. Dalam Alquran Allah berfirman: “Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah…” (QS. Muhammad: 22-23)

Betapa mengerikannya jika karena satu konflik kecil, kita dilaknat oleh Allah hanya karena memilih untuk memutuskan hubungan yang seharusnya dijaga. Di sisi lain, keutamaan silaturahmi menjadi pintu pembuka rezeki yang tidak disangka. Banyak orang yang setelah memperbaiki hubungan dengan saudaranya, tiba-tiba usahanya berkembang, sakitnya sembuh, atau hatinya menjadi lebih lapang.

Ujian dalam Menjalin Silaturahmi

Tidak semua silaturahmi berjalan manis. Ada saat ketika orang yang kita datangi justru menolak, membentak, atau bahkan menyakiti. Dalam kondisi seperti itu, menjaga hubungan terasa lebih seperti beban daripada ibadah. Tapi Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadist: “Bukanlah orang yang menyambung silaturahim itu yang membalas kebaikan, tetapi orang yang menyambung silaturahim adalah yang tetap menyambung meskipun hubungannya telah diputuskan oleh saudaranya.” (HR Tirmidzi)

Makna dari hadist ini sangat dalam. Bahwa ujian sejati dalam silaturahim adalah ketika kita tetap datang meskipun pernah disakiti. Ketika kita tetap tersenyum, meski pernah dihina. Di sinilah letak sejati keutamaan silaturahim—ia menguji keikhlasan, kesabaran, dan kelapangan hati.

Ulama besar seperti Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa menyambung silaturahim bukan hanya dengan berkunjung, tapi juga dengan memberi, membantu saat butuh, dan mendoakan kebaikan. Bahkan jika belum bisa bertemu langsung, kirim pesan hangat atau hadiah kecil pun bisa termasuk bentuk silaturahim.

Namun betapa menyedihkannya, banyak orang yang lebih akrab dengan teman dunia maya daripada keluarganya sendiri. Mereka lebih senang bersilaturahim di media sosial, namun tidak pernah menyapa paman yang tinggal di kota sebelah. Mereka mengucapkan ulang tahun di status Facebook, tapi melupakan ibu sepuh yang tinggal seorang diri.

Silaturahmi sebagai Cermin Keimanan

Keutamaan silaturahim juga menjadi indikator keimanan seorang hamba. Dalam sebuah hadist, Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahim.” (HR Bukhari)

Hadist ini memberi pesan bahwa silaturahim bukanlah tambahan, tetapi bagian dari identitas orang yang beriman. Maka orang yang enggan menyambung hubungan, apalagi dengan keluarganya, perlu merenung: benarkah imannya sudah kuat?

Di sisi lain, silaturahmi sering menjadi jalan hidayah. Banyak yang awalnya renggang, lalu kembali akrab. Banyak yang dulu bermusuhan, kini saling membantu. Bahkan ada yang dari silaturahim, akhirnya menemukan jodoh, menemukan rezeki, atau mendapatkan kembali ketenangan jiwa yang lama hilang.

Namun iblis tidak suka melihat manusia bersatu. Ia meniupkan prasangka, memperbesar masalah kecil, dan menanamkan rasa gengsi agar kita tak mau meminta maaf duluan. Maka barang siapa yang bisa menundukkan egonya demi menyambung tali silaturahim, sungguh ia telah menang melawan bisikan setan dan hawa nafsu.

Bagikan:

Related Post