Banyak orang mengenal sosok Nabi akhir zaman sebagai pemimpin yang agung, utusan Allah yang membawa risalah Islam, dan teladan bagi seluruh umat manusia. Namun tidak semua menyadari bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pengembala ternak di masa mudanya. Fakta ini bukan sekadar kisah sepele, melainkan mengandung hikmah besar yang layak direnungkan. Pekerjaan menggembala bukanlah sesuatu yang mewah atau dipandang tinggi oleh manusia. Bahkan, sebagian orang meremehkannya. Akan tetapi, justru dari pekerjaan sederhana inilah terbentuk pribadi seorang manusia yang kelak memimpin dunia dengan akhlak mulia.
Ada yang merasa pekerjaan menggembala identik dengan kesusahan, keringat, dan kerja berat di bawah terik matahari. Namun, ada pula yang melihatnya sebagai jalan penuh berkah, tempat belajar kesabaran, tanggung jawab, dan kepemimpinan. Kisah bagaimana Nabi Muhammad adalah seorang pengembala ternak menjadi bukti bahwa kemuliaan tidak selalu lahir dari singgasana, melainkan dari padang gembalaan yang penuh kerikil kehidupan.
Nabi Muhammad Menggembala Sejak Usia Muda
Sejarah mencatat bahwa sejak kecil, Nabi Muhammad ﷺ tumbuh dalam kondisi yatim. Kehidupannya tidak bergelimang harta. Dalam sebuah riwayat sahih disebutkan: “Tidaklah seorang nabi pun yang diutus oleh Allah, kecuali mereka pernah menggembala kambing.” Para sahabat bertanya, “Engkau juga, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, aku juga menggembala kambing milik penduduk Mekah dengan upah beberapa qirath.” (HR. Bukhari).
Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pengembala ternak, bahkan sebelum beliau diangkat menjadi Nabi. Beliau menggembala kambing-kambing penduduk Mekah, bekerja keras dengan penuh kesabaran demi menafkahi kehidupannya. Dari sini, kita bisa melihat betapa Nabi kita menjalani masa muda yang penuh perjuangan, jauh dari kemewahan, tetapi penuh makna mendidik diri.
Namun, jangan salah sangka. Menjadi pengembala bukan hanya urusan menjaga kambing agar tidak hilang. Tugas itu menuntut kesabaran menghadapi hewan yang nakal, ketelitian agar tidak tersesat, dan kasih sayang terhadap makhluk Allah. Dari padang rumput inilah karakter Rasulullah ditempa dengan sifat sabar, rendah hati, dan tanggung jawab. Semua itu adalah modal besar dalam memimpin umat.
Hikmah Dari Pekerjaan Menggembala Hewan Ternak
Sebagian orang mungkin memandang pekerjaan ini hina, karena dianggap rendah. Bagaimana mungkin calon pemimpin dunia justru melewati masa muda dengan pekerjaan kasar? Namun, di balik semua itu tersimpan rahasia ilahi. Ulama menafsirkan hadits tentang semua nabi pernah menggembala kambing sebagai simbol pendidikan mental. Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa menggembala kambing mengajarkan kelembutan hati. Kambing dikenal sulit dikendalikan, tetapi bisa diarahkan dengan kesabaran. Begitu pula manusia. Seorang pemimpin yang kelak akan membimbing umat harus terlebih dahulu melatih diri menghadapi kesulitan dan kepayahan.
Ketika kita membaca kembali kisah bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pengembala ternak, seolah kita diingatkan bahwa jalan menuju kemuliaan bukan selalu lurus dan mudah. Ada pahit getir yang harus dilalui. Bagi yang berprasangka baik, kisah ini sangat menginspirasi. Tetapi bagi yang hatinya tertutup, mereka justru merendahkan dengan berkata: “Apakah mungkin seorang pengembala bisa menjadi Rasul?” Inilah ujian hati manusia. Allah berfirman: “Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelum engkau, melainkan mereka juga makan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (QS. Al-Furqan ayat 20) Ayat ini menegaskan bahwa para rasul adalah manusia biasa yang bekerja, hidup, dan berjuang sebagaimana orang lain.
Pelajaran Hidup dari Baginda Nabi Muhammad Sang Pengembala
Ada begitu banyak pelajaran yang bisa kita gali. Pertama, dari sisi kesabaran. Menggembala ternak berarti menghadapi kesunyian di padang, terik matahari, serta suara kambing yang rewel. Semua itu melatih jiwa untuk sabar dan tidak cepat marah. Kedua, tanggung jawab. Seekor kambing yang hilang menjadi beban yang harus dipertanggungjawabkan. Inilah yang menanamkan sifat amanah dalam diri Nabi sejak muda. Ketiga, kepemimpinan. Jika mampu memimpin ternak yang banyak dengan penuh perhatian, maka kelak akan mampu memimpin manusia dengan kasih sayang.
Rasulullah ﷺ sendiri adalah teladan dalam hal ini. Beliau pernah berkata: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR. Bukhari dan Muslim). Menggembala kambing hanyalah latihan awal sebelum memimpin umat manusia. Inilah rahasia besar mengapa Nabi Muhammad adalah seorang pengembala ternak sebelum diangkat menjadi Nabi.
Di sisi lain, ada pula pelajaran buruk yang bisa kita renungkan. Banyak orang yang meremehkan pekerjaan sederhana. Mereka lupa bahwa pekerjaan halal yang tampak rendah jauh lebih mulia daripada harta yang diperoleh dengan cara haram. Betapa banyak manusia masa kini yang lebih bangga dengan kemewahan semu, padahal di baliknya penuh riba dan dosa. Sungguh ironis, karena mereka melupakan nilai kesucian rezeki.
Ulama Tentang Kehidupan Nabi Sebagai Peternak
Ulama sepakat bahwa Baginda Nabi SAW seorang peternak adalah salah satu fase penting dalam perjalanan hidup beliau. Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa pekerjaan ini bukan aib, melainkan kemuliaan. Allah sengaja menjadikan para nabi melalui fase menggembala agar mereka belajar sabar dan amanah. Imam Al-Ghazali menekankan bahwa pekerjaan sederhana justru mendidik jiwa lebih dekat kepada Allah karena hati tidak tertutup oleh kesombongan dunia.
Sementara itu, Imam As-Suyuthi menyebutkan bahwa ada kesesuaian antara menggembala kambing dan memimpin manusia. Kambing dikenal lemah, mudah tercerai-berai, dan membutuhkan pengawasan. Begitu pula manusia, butuh pemimpin yang lembut tetapi tegas. Maka tidak heran, ketika kelak Rasulullah memimpin umat, beliau mampu merangkul yang lemah, mengarahkan yang keras hati, dan mendidik dengan penuh kasih sayang.