Setiap insan beriman pasti merindukan sosok Rasulullah ﷺ. Bagaimana tidak, beliau adalah cahaya penuntun, pembawa risalah yang menyelamatkan manusia dari kegelapan. Bahkan setelah wafatnya, kasih sayang beliau tidak pernah terhenti. Begitu banyak bukti cinta Rasulullah kepada umatnya yang membuat hati seorang mukmin bergetar, meneteskan air mata, dan merasa bersalah karena belum mampu mencintai beliau sebagaimana mestinya.
Cinta Rasulullah ﷺ bukan sekadar kata-kata, melainkan nyata dalam doa, pengorbanan, bahkan tangisan yang mengalir deras untuk keselamatan umatnya. Namun ironisnya, ada pula manusia yang mengabaikan cinta ini, meremehkan sunnah beliau, bahkan meninggalkan ajaran yang beliau wariskan dengan penuh perjuangan. Di sinilah kita bisa melihat dua wajah berbeda: ada yang tersentuh hatinya karena cinta Nabi, dan ada pula yang buta sehingga berpaling darinya.
Rasulullah Berdoa Untuk Umatnya
Salah satu bukti cinta Rasulullah kepada umatnya yang paling menyentuh adalah doa-doa beliau. Diriwayatkan dalam hadits sahih bahwa Rasulullah ﷺ sering kali menangis di malam hari, bersujud lama, lalu memohon kepada Allah agar umatnya diampuni. Dalam sebuah riwayat, beliau berdoa: “Ya Allah, selamatkanlah umatku, ampunilah umatku, rahmatilah umatku.” (HR. Muslim).
Tangisan beliau bukan untuk harta, bukan untuk kedudukan, melainkan murni karena kasih sayang yang begitu besar kepada kita semua. Bukankah hati ini seharusnya hancur bila menyadari betapa beliau peduli, sementara banyak dari kita justru lalai dari perintah Allah dan sunnah Rasul-Nya?
Dalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan kasih sayang Rasulullah dalam firman-Nya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128).
Ayat ini adalah bukti nyata bahwa beliau tidak pernah meninggalkan umatnya, bahkan ketika kita sering melupakan beliau. Betapa besar cinta itu, hingga Allah sendiri menegaskannya dalam kitab-Nya.
Namun, bukti cinta ini sering kali tidak disadari. Banyak manusia yang lebih mencintai tokoh dunia, selebriti, atau pemimpin politik, dibandingkan dengan sosok yang telah berkorban untuk keselamatan akhirat mereka. Inilah wajah buruk dari hati yang keras, yang enggan menerima kasih sayang Nabi ﷺ.
Pengorbanan Rasulullah di Medan Dakwah
Cinta sejati selalu terwujud dalam pengorbanan, dan Rasulullah ﷺ memberikan teladan sempurna. Beliau rela lapar, dicaci, dihina, bahkan dilempari batu demi menyampaikan risalah Islam. Semua itu dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi kita, agar cahaya tauhid sampai pada setiap generasi.
Salah satu bukti cinta Rasulullah kepada umatnya adalah keteguhan beliau menghadapi penderitaan. Ketika di Thaif, beliau disakiti hingga berdarah, tetapi justru mendoakan kebaikan bagi mereka. Beliau tidak membalas dengan kebencian, melainkan dengan doa penuh kasih: “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari).
Betapa lembutnya hati Rasulullah. Seandainya kita berada di posisi beliau, mungkin amarah akan membakar, namun Nabi ﷺ justru menahan diri demi kebaikan umat.
Sayangnya, sebagian manusia kini tidak lagi menghargai pengorbanan itu. Sunnah beliau ditinggalkan, ajaran beliau dianggap ketinggalan zaman. Mereka lebih memilih budaya asing ketimbang warisan Rasulullah. Tidakkah ini menyakitkan hati? Apakah ini balasan yang pantas atas semua pengorbanan beliau?
Imam Al-Ghazali pernah menegaskan bahwa cinta Rasulullah harus diikuti dengan ketaatan. Jika seseorang mengaku cinta tetapi meninggalkan ajaran beliau, maka cintanya hanyalah dusta. Bukti cinta Rasulullah kepada umatnya begitu nyata, namun apakah kita mampu membalas dengan cinta yang tulus?
Rasulullah Mengingat Umatnya Hingga Akhir Hayat
Momen paling mengharukan dari kehidupan Nabi ﷺ adalah ketika beliau berada di akhir hayatnya. Dalam kondisi sakit yang berat, lidah beliau masih menyebut umatnya. Rasulullah SAW senantiasa mengingat umatnya bahkan ketika di detik-detik terakhir, beliau berulang kali mengatakan: “Umatku, umatku.” (HR Ahmad).
Inilah bukti cinta Rasulullah kepada umatnya yang tidak terbantahkan. Bahkan ketika ajal mendekat, beliau tidak memikirkan diri sendiri, melainkan keselamatan orang-orang yang akan hidup setelahnya.
Bandingkan dengan manusia biasa, yang ketika sakit parah atau menjelang kematian hanya memikirkan diri sendiri, keluarga, atau harta yang ditinggalkan. Rasulullah ﷺ berbeda. Beliau memikirkan kita, manusia yang hidup berabad-abad setelah beliau wafat, yang bahkan belum pernah beliau temui.
Tidakkah hati ini luluh menyadari hal itu? Tidakkah kita merasa malu bila masih lalai dari shalat, sibuk dengan dunia, sementara beliau meneteskan air mata demi kita?
Ulama besar, Ibn Katsir, menafsirkan doa-doa Rasulullah untuk umatnya sebagai wujud rahmat yang Allah tanamkan dalam hati beliau. Karena itulah beliau disebut rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam. Rasulullah tidak hanya membawa risalah, tetapi juga membawa cinta yang meliputi seluruh umat manusia.
Namun, ada pula manusia yang justru mengkhianati cinta itu. Mereka menghina sunnah, meremehkan ajaran, bahkan menghina beliau dengan lisannya. Inilah wajah buruk yang membuat hati para mukmin bersedih. Karena betapa besar kasih sayang Nabi ﷺ, masih saja ada yang tega menghina beliau.