Setiap manusia menginginkan kehidupan yang cukup dan berkecukupan. Namun tidak sedikit yang terjebak dalam kecemasan soal masa depan, bingung mencari jalan keluar dari masalah finansial, dan mempertanyakan kapan rezeki datang kepadanya. Banyak pula yang menyangka bahwa rezeki hanya bisa diperoleh dari kerja keras semata. Padahal, dalam ajaran Islam, rezeki datang dari segala arah bukan hanya dari apa yang kita upayakan, tapi juga dari kemurahan Allah yang melampaui logika manusia.
Allah SWT berfirman: “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS At-Talaq: 2-3)
Ayat ini menjadi penghibur bagi jiwa-jiwa yang sedang gelisah. Bahwa rezeki datang bukan semata-mata karena pintar, kuat, atau koneksi. Tapi karena Allah yang Maha Memberi, yang bisa mengirimkan rezeki lewat jalur yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Bisa dari tetangga, teman lama, bahkan orang asing yang tak pernah kita kenal.
Namun sayangnya, banyak orang yang hanya fokus pada jalan duniawi. Mereka sibuk bekerja, terus berlari mengejar target, tanpa memberi ruang sedikit pun bagi tawakal kepada Allah. Mereka lupa bahwa ikhtiar adalah kewajiban, tapi hasilnya adalah hak mutlak Allah. Rezeki datang saat Allah berkehendak, bukan saat kita merasa cukup berusaha.
Rezeki yang Datang dengan Cara Tak Terduga
Dalam kehidupan nyata, tidak sedikit kisah tentang orang-orang yang tiba-tiba mendapat bantuan di saat paling sulit. Seorang ayah yang kehilangan pekerjaan lalu mendapat tawaran usaha dari sahabat lamanya. Seorang ibu yang menolong tetangganya dengan makanan terakhir di dapur, lalu esok harinya menerima kiriman sembako tanpa diminta. Inilah bukti bahwa rezeki datang dari jalan yang misterius, tapi pasti.
Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Pagi hari ia lapar, dan sore hari ia kembali dengan perut kenyang.” (HR Ahmad, Tirmidzi)
Hadist ini menggambarkan bahwa makhluk sekecil burung pun tidak pernah luput dari jaminan rezeki Allah. Apalagi manusia yang dimuliakan oleh-Nya. Namun, manusia sering kali kurang yakin. Mereka percaya pada gaji bulanan, tapi tidak yakin pada pertolongan Rabb-nya. Mereka bekerja keras, tetapi lupa bahwa rezeki datang bukan hanya karena angka yang mereka kejar, tapi karena keberkahan dan keikhlasan yang mereka tanam.
Imam Ibn Rajab Al-Hanbali dalam kitab Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam menulis: “Tawakal adalah jalan utama datangnya rezeki. Barang siapa bersandar penuh kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya, walaupun tanpa sebab yang tampak.”
Namun tetap saja, sebagian orang masih mengukur segalanya dengan logika. Mereka berkata, “Mana mungkin rezeki datang jika tidak ada usaha?” Padahal, dalam sejarah Islam, kita mengenal kisah Maryam yang mendapatkan makanan langsung di mihrab tanpa diminta, atau Musa AS yang diberi pekerjaan setelah hanya menolong dua wanita di sumur. Semua itu adalah bukti bahwa Allah bisa menghadirkan rezeki kapan saja dan dari arah mana saja.
Rezeki yang Terhalang Karena Dosa dan Kesombongan
Jika rezeki datang dari Allah, mengapa ada orang yang terus hidup dalam kesempitan? Jawabannya bisa jadi karena dosa-dosa yang menghalangi turunnya rezeki. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba akan diharamkan rezeki karena dosa yang ia lakukan.” (HR Ahmad)
Hadist ini sangat menohok. Terkadang bukan karena kurang usaha, tapi karena banyak dosa. Kebohongan, zalim, menipu, bahkan memakan harta haram yang semua itu bisa menjadi penghalang datangnya rezeki. Bahkan sekalipun ia terlihat sukses secara dunia, bisa jadi ia sesungguhnya miskin keberkahan.
Ada pula yang merasa sudah banyak beribadah, rajin sedekah, tapi rezekinya belum juga lancar. Ia mulai bertanya-tanya, “Mengapa rezeki datang ke orang lain yang malas ibadah, tapi tidak ke saya?” Pertanyaan seperti ini jika tidak disertai iman yang kuat, bisa mengikis rasa syukur dan menumbuhkan iri.
Padahal Allah membagi rezeki bukan hanya sebagai bentuk balasan, tapi juga ujian. Orang yang diberi banyak bisa jadi sedang diuji dengan kesombongan. Sementara yang diberi sedikit sedang diuji dengan kesabaran. Rezeki tidak selalu tentang jumlah, tapi tentang cukup dan keberkahan. Karena banyak orang kaya yang hidup dalam ketakutan, dan banyak orang sederhana yang tidur dalam ketenangan.
Ulama besar seperti Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan: “Tidaklah disebut miskin orang yang tidak memiliki banyak harta, tapi orang yang tidak tahu kapan cukup. Sebab orang yang cukup meski dengan sedikit, sesungguhnya ia telah memiliki segalanya.”
Namun dunia hari ini membuat standar rezeki menjadi sempit. Dihitung dari mobil, rumah, saldo rekening, bukan dari kedamaian jiwa atau kesehatan tubuh. Padahal rezeki datang bisa dalam bentuk anak yang saleh, teman yang setia, bahkan nafas yang masih bisa kita hirup dengan tenang.
Orang yang yakin bahwa rezeki datang dari segala arah akan hidup lebih lapang. Ia bekerja keras, tapi tidak stres. Ia bersyukur dalam kekurangan, tapi tetap semangat dalam usaha. Ia tahu bahwa rezeki bisa datang lewat jalur langit kapan saja, selama ia menjaga adab kepada Allah dan tidak melanggar batas-Nya.