Mengenal Dekat Zakat Fitrah

Mengenal Dekat Zakat Fitrah

Setiap Ramadan hampir berakhir, umat Islam di seluruh penjuru dunia diingatkan kembali pada kewajiban yang tak bisa ditinggalkan zakat fitrah. Zakat ini bukan sekadar tradisi menjelang Idulfitri, tetapi sebuah ibadah yang memiliki kedalaman makna sosial dan spiritual. Ia menyentuh sisi kemanusiaan, membersihkan jiwa, dan menjadi jembatan antara si kaya dan si miskin.

Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, bahkan anak kecil yang baru lahir sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadan pun telah menjadi bagian dari tanggung jawab keluarganya. Zakat fitrah mengajarkan bahwa tak ada satu pun jiwa yang dibiarkan lapar di hari kemenangan. Bahwa keindahan Idulfitri bukanlah milik sebagian, tapi harus dirasakan semua.

Namun dalam kenyataan yang menyakitkan, masih banyak yang meremehkan zakat fitrah. Ada yang menundanya hingga lewat waktu. Ada pula yang menggantinya dengan bentuk yang tidak sesuai dengan ketentuan. Bahkan lebih buruk, ada yang tak mengeluarkannya sama sekali. Padahal Rasulullah SAW bersabda: “Rasulullah mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Hadist ini menegaskan bahwa zakat fitrah bukan hanya untuk membantu orang miskin, tetapi juga sebagai pembersih bagi mereka yang telah menunaikan puasa. Tanpa zakat fitrah, puasa bisa menjadi sia-sia karena tak ada penyempurna. Maka tak heran, zakat ini memiliki kedudukan yang sangat penting.

Makna Sosial dan Keberpihakan pada Yang Lemah

Zakat fitrah memberikan pelajaran besar tentang kepedulian. Ia mengajarkan bahwa Islam bukan hanya agama ibadah personal, tapi juga agama sosial. Ketika satu keluarga mampu membeli pakaian baru dan menyajikan makanan berlimpah, sementara tetangganya tak punya cukup beras untuk makan, maka di situlah zakat fitrah menjadi penghapus kesenjangan.

Nilai zakat fitrah memang tidak besar secara nominal—sekitar 2,5 kg bahan makanan pokok atau senilai itu dalam uang. Namun dampaknya sangat luas. Bagi yang mampu, mungkin tak terasa. Tapi bagi seorang janda dengan tiga anak, atau seorang buruh harian yang tak menerima THR, zakat fitrah bisa menjadi satu-satunya sumber kebahagiaan mereka di hari raya.

Zakat fitrah juga menjadi pengingat bagi orang-orang yang selama bulan Ramadan telah hidup dalam kelimpahan. Yang sahurnya mewah, berbukanya meriah, dan belanja onlinenya tak terhitung. Ketika Ramadan berakhir, apakah mereka masih mengingat saudara-saudaranya yang bahkan tak punya cukup makanan untuk berbuka?

Ada pula yang mengeluh, “Mengapa harus membayar zakat fitrah? Saya sudah sedekah sepanjang bulan.” Tapi zakat fitrah tidak bisa digantikan dengan sedekah biasa. Ia adalah kewajiban, bukan pilihan. Bahkan orang yang sepanjang Ramadan tekun membaca Al-Qur’an, rajin salat malam, dan berinfak besar pun tidak bisa mengabaikan zakat fitrah jika ingin puasanya diterima secara sempurna.

Pelaksanaan dan Kewajiban yang Tak Boleh Ditinggalkan

Waktu terbaik membayar zakat fitrah adalah sebelum salat Idulfitri. Jika terlambat, maka hukumnya menjadi sedekah biasa dan tidak mencukupi fungsinya sebagai penyucian puasa. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk menunaikannya lebih awal agar dapat segera disalurkan kepada yang berhak menerimanya.

Zakat fitrah biasanya diberikan dalam bentuk makanan pokok sesuai daerah masing-masing. Di Indonesia, yang paling umum adalah beras. Namun dalam kondisi tertentu, zakat fitrah juga bisa diganti dalam bentuk uang dengan nilai yang setara. Tentu saja, hal ini harus mengikuti kebijakan yang dibolehkan oleh ulama dan lembaga zakat yang terpercaya.

Ada kesedihan tersendiri ketika melihat zakat fitra yang dibagikan asal-asalan. Ada yang memberikan beras murahan, tak layak konsumsi, bahkan hampir kedaluwarsa. Padahal zakat adalah ibadah. Dan ibadah harus dilakukan dengan ikhlas dan berkualitas. Rasulullah melarang memberikan harta yang buruk dalam zakat. Mengapa sebagian dari kita masih tega memberikan sisa atau yang tak layak kepada kaum dhuafa?

Ada juga masyarakat yang menyerahkan zakat fitra hanya untuk formalitas, sekadar memenuhi kewajiban. Tanpa niat, tanpa doa, tanpa kesadaran. Lalu mereka merasa telah selesai. Padahal esensi zakat fitra adalah membangkitkan rasa empati. Membuat hati lembut. Mengajarkan bahwa kebahagiaan tak akan lengkap jika tidak dibagi.

Zakat Fitrah dalam Dunia Modern

Di era digital saat ini, zakat fitra pun semakin mudah ditunaikan. Banyak lembaga zakat terpercaya yang membuka layanan pembayaran zakat fitra secara online. Dengan satu klik, seseorang bisa menyalurkan zakatnya ke pelosok negeri. Namun, kemudahan ini harus disertai dengan niat yang benar. Jangan sampai karena terlalu mudah, zakat fitra dianggap remeh.

Zakat fitra juga seharusnya menjadi sarana untuk membangun kembali rasa persaudaraan yang kini mulai pudar. Di kota besar, tetangga sudah tak saling kenal. Di desa pun, sebagian mulai sibuk dengan dirinya sendiri. Padahal dengan zakat fitra, tali silaturahmi bisa diperkuat. Saling mengirim, saling memberi, saling mengingatkan bahwa kita bagian dari satu tubuh yang sama.

Rasulullah SAW telah memberi contoh nyata bagaimana zakat fitra menjadi bagian dari kehidupan kaum Muslimin. Ia bukan sekadar hukum, tapi wujud cinta. Kepada Allah, kepada sesama, dan kepada diri sendiri yang ingin disucikan.

Bagikan:

Related Post