Setiap anak yang berbakti tentu merindukan cara terbaik untuk memberikan hadiah kepada kedua orangtuanya. Ada yang masih hidup, ada pula yang sudah meninggalkan dunia. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah tentang hukum sedekah atas nama orangtua. Apakah diperbolehkan dalam Islam? Apakah pahalanya sampai? Atau justru sia-sia karena amal adalah tanggung jawab pribadi? Pertanyaan ini menggugah hati, sebab ia menyangkut rasa cinta dan kerinduan mendalam seorang anak kepada sosok yang telah berjuang mengorbankan segalanya.
Sedekah sebagai Wujud Berbakti
Islam menjadikan birrul walidain, atau berbakti kepada orangtua, sebagai amal agung setelah tauhid. Banyak anak merasa kehilangan kesempatan berbakti setelah orangtuanya wafat. Padahal, Rasulullah ﷺ membuka jalan luas bagi siapa pun yang ingin terus menabur bakti, salah satunya melalui sedekah.
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, seorang sahabat berkata kepada Nabi ﷺ: “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dunia, apakah bermanfaat jika aku bersedekah untuknya?” Rasulullah menjawab: “Ya, bermanfaat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menjadi dalil utama bahwa hukum sedekah atas nama orangtua adalah boleh dan pahalanya akan sampai. Bukan hanya sedekah harta, melainkan juga amal jariyah lainnya, seperti wakaf, membantu fakir miskin, atau mendukung dakwah Islam.
Imam Nawawi dalam Syarh Muslim menegaskan bahwa amal anak yang diniatkan untuk orangtuanya akan diterima oleh Allah dan menjadi tambahan pahala bagi orangtua, sebagaimana pahala haji atau doa. Artinya, jalan bakti tetap terbuka luas, bahkan setelah kematian memisahkan.
Antara Harapan dan Bahaya Lupa Diri
Namun, di balik keindahan ajaran ini, terdapat pula sisi buruk yang harus diwaspadai. Tidak sedikit orang yang terjebak pada kebiasaan menjadikan sedekah hanya sebagai simbol, bukan niat tulus. Ada yang bersedekah atas nama orangtua sekadar untuk pamer, mencari sanjungan, atau menutup rasa bersalah karena dulu lalai berbakti.
Padahal, Allah hanya menerima sedekah yang ikhlas. Firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghapus (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima).” (QS Al Baqarah Ayat 264).
Inilah sisi gelap yang sering terabaikan. Sebuah sedekah yang diiringi riya, meski diniatkan atas nama orangtua, bisa menjadi bumerang. Alih-alih menjadi hadiah indah, ia bisa berubah menjadi amalan hampa. Betapa menyedihkan jika anak berharap memberi cahaya kubur untuk orangtuanya, namun justru menambah beban karena niat yang salah.
Maka, dalam menunaikan sedekah, hati harus dijaga. Jangan sampai terbawa arus budaya pamer, atau menjadikan amal sebagai ajang gengsi. Seorang ulama salaf berkata: “Ikhlas itu ibarat rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya, bahkan malaikat pencatat amal pun tidak mengetahuinya.”
Jalan Terang dalam Bersedekah untuk Orangtua
Meski ada ancaman bahaya, pintu kebaikan tetap lebih besar. Hukum sedekah atas nama orangtua bukan hanya sah, melainkan menjadi sarana istimewa bagi seorang anak untuk terus mengikat hubungan dengan orangtuanya, bahkan setelah kematian. Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh.” (HR Muslim).
Hadits ini menjelaskan bahwa doa anak saleh dapat terus mengalirkan pahala. Begitu pula dengan sedekah jariyah yang diniatkan bagi orangtua. Bayangkan, seorang ibu yang dulu bersusah payah membesarkan anaknya, kini mendapat aliran pahala dari amal anaknya. Sungguh mengharukan, karena kasih sayang itu tak pernah padam.
Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang seseorang yang bersedekah untuk orangtuanya. Beliau menjawab: “Tidak ada masalah, bahkan itu bagian dari birrul walidain setelah wafat.” Penegasan ini semakin memperkuat bahwa sedekah bukan hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tetapi juga sebagai jembatan bakti abadi.
Lebih dari itu, sedekah atas nama orangtua bisa menjadi penenang hati bagi anak. Ia akan merasa lega, seakan mampu membalas sedikit jasa yang tak mungkin lunas. Setiap tetes air mata saat meniatkan amal, setiap doa yang dipanjatkan setelah memberi, semuanya menjadi bukti cinta yang tak tergantikan.
Namun, perlu digarisbawahi, anak tidak boleh merasa cukup hanya dengan sedekah. Kewajiban mendoakan orangtua, menjaga silaturahmi, dan melanjutkan kebaikan mereka juga menjadi bagian penting. Sedekah hanyalah salah satu pintu, bukan satu-satunya.