Dalam kehidupan yang semakin kompleks, manusia dihadapkan pada beragam ujian, baik fisik maupun spiritual. Saat pengobatan medis modern tak kunjung memberi kelegaan, sebagian orang mencari alternatif yang bersumber dari ajaran agama. Salah satunya adalah ruqyah. Metode penyembuhan ini telah lama dikenal dalam Islam sebagai ikhtiar untuk menyembuhkan gangguan yang tak kasat mata, seperti sihir, jin, atau bahkan penyakit hati. Namun, tidak semua orang memahami bagaimana mekanisme ruqyah yang benar sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Di tengah maraknya praktik spiritual, ruqyah menjadi istilah yang sering terdengar. Ada yang menjalankannya sesuai sunnah, namun tak sedikit pula yang melenceng dari ajaran syariat. Sebagian bahkan menambahkan ritual-ritual tak berdasar, bacaan-bacaan yang tidak jelas sumbernya, hingga memasukkan unsur perdukunan yang bertentangan dengan akidah.
Mekanisme Ruqyah yang Diajarkan Nabi
Padahal Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan yang jelas mengenai hal ini. Dalam hadist disebutkan: “Tidak mengapa menggunakan ruqyah selama tidak mengandung unsur syirik.” (HR Muslim)
Hadist ini menegaskan bahwa praktik tersebut dibolehkan, bahkan disunnahkan, selama tidak bertentangan dengan tauhid. Itu berarti, setiap bacaan yang digunakan harus berasal dari Al-Qur’an atau doa-doa yang diajarkan oleh Nabi sendiri. Tidak boleh ada unsur pemujaan selain kepada Allah, tidak boleh mengandalkan jimat, tidak boleh pula menggantungkan kesembuhan pada makhluk.
Mekanisme ruqyah yang diajarkan Rasulullah dimulai dari keyakinan penuh bahwa Allah adalah penyembuh segala penyakit. Hati yang yakin adalah fondasi dari proses kesembuhan. Lalu dilanjutkan dengan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an seperti Al-Fatihah, Ayat Kursi, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Ayat-ayat ini dibacakan langsung kepada orang yang sakit, atau ditiupkan ke air yang kemudian diminum dan digunakan untuk mandi.
Rasulullah SAW sendiri pernah meruqyah sahabatnya yang mengalami luka dan gangguan, dan beliau juga mengajarkan beberapa doa perlindungan, seperti: “Hilangkanlah penyakit, wahai Tuhan seluruh manusia. Sembuhkanlah, Engkaulah Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak menyisakan rasa sakit.” (HR Bukhari dan Muslim)
Namun, tidak semua pengobatan mendapatkan hasil sesuai harapan. Ada yang sembuh secara cepat, ada pula yang bertahun-tahun belum juga lepas dari gangguan. Di sinilah kesabaran diuji. Jangan sampai kekecewaan membuat seseorang berpaling kepada jalan yang salah—mencari dukun, mengikuti ritual aneh, atau bahkan menyalahkan Allah atas apa yang menimpanya.
Tak jarang pula orang menjadi takut saat mendengar kata ruqyah. Mereka membayangkan jeritan, tubuh yang gemetar, hingga manifestasi makhluk gaib. Ketakutan itu tidak sepenuhnya salah, karena dalam beberapa kasus ruqyah bisa menunjukkan reaksi keras. Tapi sejatinya, tujuan utamanya adalah mengembalikan ketenangan jiwa, membersihkan hati dari gangguan, serta mendekatkan diri kembali kepada Allah.
Sayangnya, di balik keindahan ajaran ini, muncul pula penyimpangan. Ada praktisi ruqyah yang menjadikannya ladang bisnis, membebankan biaya besar, bahkan menjanjikan kesembuhan mutlak dalam waktu singkat. Padahal Nabi tidak pernah menjual ayat-ayat Al-Qur’an untuk keuntungan pribadi. Sebaliknya, beliau mengajarkan bahwa pengobatan ini adalah bagian dari kasih sayang terhadap sesama.
Untuk itu, penting bagi setiap Muslim yang ingin menjalani ruqyah agar memastikan bahwa metode yang digunakan murni bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah. Hindari praktik-praktik mencurigakan yang memanfaatkan ketakutan pasien. Jangan biarkan iman menjadi lemah hanya karena sedang berada dalam keadaan terdesak.
Ada pula sisi baik dari ruqyah yang sering luput dari perhatian. Yaitu bahwa proses ini tidak hanya menyembuhkan gangguan gaib, tetapi juga menyucikan jiwa. Saat seseorang membaca ayat-ayat suci dengan khusyuk, ia sedang mencuci hatinya dari keraguan, dari iri, dari putus asa. Inilah bentuk penyembuhan yang menyeluruh, bukan hanya fisik, tetapi juga spiritual.
Ruqyah yang benar membawa efek menenangkan. Ia bukan sekadar “pengusir makhluk halus”, tetapi juga sarana mendidik diri agar lebih dekat kepada Allah. Oleh karena itu, ruqyah idealnya dilakukan bukan hanya saat sakit, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan harian. Bacaan seperti Al-Mu’awwidzat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas) sangat dianjurkan dibaca setiap pagi dan petang.
Akhirnya, ruqyah bukanlah sihir putih yang bisa menyelesaikan semua masalah dalam sekejap. Ia adalah proses panjang yang memerlukan keikhlasan, keimanan, dan kepatuhan terhadap tuntunan Nabi. Jika dilakukan dengan benar, ruqyah bisa menjadi cahaya dalam gelap, penyembuh luka yang tak terlihat, dan penuntun hati yang sedang tersesat.