Di antara berbagai jenis rezeki yang Allah limpahkan kepada manusia, makanan laut menempati posisi istimewa. Laut adalah ciptaan Allah yang luas dan penuh keberkahan. Ia menyimpan ribuan jenis makhluk yang dapat dikonsumsi, dijadikan bahan pangan, bahkan digunakan untuk pengobatan. Dalam Islam, makanan laut bukan hanya dibolehkan, tapi juga termasuk nikmat yang harus disyukuri. Sayangnya, masih ada sebagian umat yang ragu akan kehalalan jenis-jenis hewan laut tertentu, terutama yang bentuknya tidak lazim atau belum dikenal luas.
Allah SWT berfirman: “Dihalalkan bagi kamu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu…” (QS Al-Ma’idah: 96)
Ayat ini memberikan dalil jelas bahwa semua jenis makanan laut pada dasarnya halal. Tidak seperti hewan darat yang memiliki ketentuan khusus dalam penyembelihan, hewan laut tidak memerlukan penyembelihan syar’i. Ikan yang mati di dalam laut tetap halal dikonsumsi selama tidak mengandung racun atau membahayakan kesehatan. Ini adalah bentuk kemudahan dalam Islam yang menunjukkan bahwa agama ini tidak mempersulit umatnya.
Rasulullah SAW bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadist ini menjadi landasan para ulama dalam menetapkan hukum makanan laut. Air laut suci, bisa digunakan untuk bersuci dalam keadaan darurat, dan bangkai hewan laut tidak haram seperti halnya bangkai hewan darat. Maka dari itu, segala jenis ikan, kerang, cumi, gurita, dan makhluk laut lainnya pada prinsipnya boleh dimakan, selama tidak berbahaya.
Pandangan Ulama Tentang Makanan Laut
Mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa semua jenis makanan laut halal dimakan, baik yang hidup di laut saja maupun yang berbentuk aneh dan jarang dijumpai. Ini mencakup udang, kepiting, bahkan hewan laut bersirip atau bersisik yang mungkin terlihat asing. Mereka berdalil pada keumuman ayat Al-Qur’an dan hadist Rasulullah SAW yang tidak memberikan batasan spesifik.
Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ menulis bahwa semua hewan yang hidup di laut adalah halal, termasuk yang mati di dalam air, karena keumuman dalil yang menunjukkan kebolehannya. Ini mencakup berbagai jenis makanan laut yang kerap ditemui di pasar maupun restoran, termasuk jenis-jenis yang dianggap menjijikkan oleh sebagian kalangan karena bentuk atau baunya.
Namun berbeda dengan mazhab Hanafi. Dalam pandangan mereka, hanya ikan yang boleh dikonsumsi dari laut. Jenis-jenis makanan laut seperti udang, kepiting, atau cumi dianggap makruh atau tidak dianjurkan karena tidak termasuk dalam kategori “ikan” secara tekstual. Ini menunjukkan adanya perbedaan ijtihad, meski semua ulama sepakat bahwa makanan laut secara umum adalah bagian dari rezeki yang besar.
Sayangnya, dalam praktiknya masih ada umat Muslim yang bersikap terlalu ketat dalam masalah ini, hingga mengharamkan jenis makanan laut yang sebenarnya dihalalkan Allah. Ini terjadi karena minimnya pemahaman terhadap dalil, atau karena mengikuti kebiasaan yang tidak bersumber dari ilmu. Akibatnya, mereka kehilangan manfaat gizi tinggi yang sebenarnya sangat dibutuhkan tubuh.
Baik Buruk Penyajian Makanan Laut
Tidak bisa dipungkiri bahwa makanan laut memiliki gizi tinggi yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia. Kaya akan omega-3, protein, dan mineral penting seperti yodium dan zat besi, menjadikan makanan ini sangat direkomendasikan oleh ahli gizi. Bahkan dalam dunia medis, beberapa jenis makanan laut disebut dapat membantu mencegah penyakit jantung, meningkatkan fungsi otak, hingga menurunkan risiko stroke.
Namun di sisi lain, tidak sedikit masyarakat yang menganggap hidangan laut menjijikkan atau bahkan tabu. Mereka enggan menyentuh atau mencium bau ikan, merasa geli dengan bentuk gurita, atau takut keracunan dari kerang. Ada pula yang mempercayai mitos bahwa jenis tertentu membawa sial atau tidak cocok untuk dimakan oleh kelompok tertentu. Semua ini adalah bentuk sentimen negatif yang bertentangan dengan nilai Islam, yang mengajarkan untuk bersyukur atas semua rezeki dari laut.
Kekhawatiran terhadap bahaya seafood seperti merkuri atau polusi laut juga tidak bisa diabaikan. Beberapa hasil laut dari kawasan tercemar memang bisa menjadi sumber penyakit. Namun ini bukan berarti semua makanan laut harus dihindari, melainkan perlu disikapi dengan kehati-hatian, memilih sumber yang bersih dan sehat. Islam sendiri melarang makan sesuatu yang membahayakan tubuh.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Maka bila seseorang tahu bahwa suatu jenis seafood tertentu mengandung racun, alergi, atau berisiko tinggi, maka wajib baginya untuk menjauhi. Ini bukan berarti hidangan itu haram, tetapi demi menjaga maslahat tubuh. Islam adalah agama yang seimbang, yang tidak membolehkan sesuatu yang bisa mematikan, meskipun pada dasarnya halal.
Banyak pula yang menyalahgunakan kebebasan dalam mengonsumsi seafood. Ada yang memburu hewan langka di laut demi rasa eksotik, ada yang melakukan penangkapan liar tanpa memperhatikan ekosistem, bahkan ada yang menyiksa hewan laut hidup-hidup hanya untuk hiburan. Semua ini mencederai nilai Islam tentang kasih sayang terhadap makhluk. Seafood adalah nikmat, bukan alat eksploitasi yang bisa dipermainkan seenaknya.