Tata Cara Melamar Seorang Perempuan

Tata Cara Melamar Seorang Perempuan

Cinta yang tumbuh dalam hati, jika tidak diarahkan dengan baik, bisa menjerumuskan ke dalam kehancuran. Namun jika diikat dalam syariat, ia bisa menjadi jalan menuju keberkahan. Ketika seorang pria mencintai seorang perempuan, maka salah satu bentuk tanggung jawabnya adalah datang dengan kesungguhan, bukan sekadar janji manis atau ucapan ringan. Di sinilah pentingnya memahami tata cara melamar seorang perempuan dalam Islam, agar niat baik tidak berubah menjadi dosa tersembunyi.

Niat Suci di Awal Langkah

Segala amalan bermula dari niat. Begitu pula dengan proses menikahi seorang wanita. Tujuannya bukan sekadar ingin memilikinya, tapi untuk memulai bahtera rumah tangga yang sah dan diridai oleh Allah. Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadist: “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Sayangnya, niat sering kali dikaburkan oleh nafsu. Banyak pria mendekati perempuan hanya karena ketertarikan fisik, bukan karena kesiapan untuk menjadi pemimpin dalam keluarga. Mereka mengatasnamakan cinta, padahal tak punya keberanian untuk datang menemui wali dan menyampaikan maksudnya secara jantan dan terbuka.

Islam tidak mengenal pacaran. Yang ada hanyalah tata cara melamar secara syar’i: dengan menjaga kehormatan, mengedepankan adab, dan melalui jalur wali. Saat seorang pria telah memiliki niat serius, maka langkah pertama yang dianjurkan adalah melakukan istikharah. Ia memohon petunjuk kepada Allah apakah wanita yang ia pilih benar-benar yang terbaik untuk dunia dan akhiratnya.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 216)

Ayat ini menjadi pengingat bahwa apa yang kita inginkan belum tentu baik. Maka sebelum melangkah lebih jauh, penting sekali melibatkan Allah dalam setiap keputusan, termasuk dalam urusan meminang.

Adab dalam Mengutarakan Niat

Setelah mantap dalam hati, langkah berikutnya adalah mengutarakan niat dengan cara yang benar. Bukan melalui chat, bukan di kafe dengan lilin dan bunga mawar, apalagi lewat media sosial. Islam mengajarkan bahwa meminang seorang wanita adalah dengan mendatangi walinya secara langsung.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak sah nikah tanpa wali.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

Ucapan ini menunjukkan betapa pentingnya peran wali dalam proses menuju pernikahan. Ketika seorang pria datang kepada wali wanita, ia menunjukkan keseriusan. Ia tidak sembunyi-sembunyi. Ia tidak bermain-main. Bahkan jika perasaan sudah tumbuh, tapi belum berani melibatkan wali, maka itu masih belum dianggap langkah serius dalam pandangan syariat.

Namun dalam realitas, banyak yang melangkah terlalu jauh sebelum melalui proses ini. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam, saling memberi harapan, saling mengumbar janji, namun tak kunjung datang dengan keberanian. Akibatnya, banyak perempuan yang akhirnya terluka, dipermainkan perasaannya, ditinggal tanpa kepastian.

Ulama seperti Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ menjelaskan bahwa proses lamaran adalah bentuk awal dari akad nikah yang sah. Karenanya, adab dan kehormatan kedua belah pihak harus dijaga. Bahkan dianjurkan agar proses meminang dilakukan dengan saksi agar tidak menimbulkan fitnah dan tidak ada ruang untuk pengingkaran di kemudian hari.

Antara Harapan dan Penolakan

Melamar seorang perempuan bukan jaminan bahwa ia pasti diterima. Penolakan adalah hal yang mungkin terjadi, dan ini menjadi ujian tersendiri. Dalam Islam, jika lamaran ditolak, maka pria tersebut tidak boleh menyimpan dendam atau mencemarkan nama baik wanita tersebut. Ia harus menerima dengan lapang dada bahwa jodoh adalah takdir Allah yang tidak bisa dipaksakan.

Namun ada juga kisah menyedihkan ketika pria ditolak, lalu menyebarkan aib sang wanita, menciptakan fitnah, atau menghasut orang lain untuk menjatuhkannya. Ini adalah bentuk kegagalan dalam menjaga adab. Melamar adalah bagian dari ibadah. Jika tidak bisa melanjutkan ke pernikahan, maka seharusnya tetap menjaga kehormatan kedua belah pihak.

Di sisi lain, ada juga wanita yang memainkan banyak pria, menerima banyak lamaran hanya untuk dipuja dan merasa berharga. Mereka menyangka bahwa dilamar adalah simbol prestise. Padahal, jika niatnya tidak bersih, maka akan menyakiti banyak hati, dan kelak bisa menjadi sebab tertutupnya pintu jodoh yang sesungguhnya.

Menikahi seorang wanita bukan hanya sekadar teknis, tetapi mencerminkan akhlak, kejujuran, dan tanggung jawab. Setiap kalimat yang diucapkan saat lamaran membawa konsekuensi moral dan spiritual. Ia bukan basa-basi. Ia adalah janji, awal dari ikatan suci yang seharusnya tidak main-main.

Bagikan:

Related Post