Allah Mencukupi Rezeki Setiap Hamba

Allah Mencukupi Rezeki Setiap Hamba

Manusia sering kali resah dan gelisah soal rezeki. Ada yang takut kekurangan, ada pula yang terus merasa belum cukup, meskipun hartanya berlimpah. Padahal, dalam setiap napas dan langkah kehidupan ini, janji Allah mencukupi rezeki telah disebutkan berkali-kali dalam Al-Qur’an dan hadist. Tapi kenapa masih banyak yang khawatir? Mengapa banyak yang merasa hidupnya penuh tekanan padahal mereka adalah hamba dari Dzat yang Maha Kaya?

Allah SWT berfirman: “Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” (QS At-Talaq: 3)

Ayat ini tidak butuh penafsiran rumit. Sederhana tapi dalam. Bahwa siapa saja yang berserah diri dan bergantung sepenuhnya kepada Allah, maka Allah mencukupi segala kebutuhannya. Namun tetap saja, banyak orang yang tidak yakin. Mereka lebih percaya pada kalkulasi manusia, daripada pada janji Rabb semesta alam.

Sebagian orang bekerja siang malam, membanting tulang dan mengorbankan waktu bersama keluarga, karena takut miskin. Tapi betapa sering kita menyaksikan, justru mereka yang tenang, ikhlas, dan bersandar pada Allah yang hidupnya lebih tenteram. Ini bukan tentang jumlah, tapi tentang keberkahan. Sebab Allah mencukupi bukan hanya dengan materi, tetapi juga dengan rasa cukup dalam hati.

Tawakal dan Keyakinan Pada Jaminan Allah

Tawakal bukan berarti duduk diam tanpa usaha. Islam mengajarkan kita untuk bekerja keras, namun tetap menyandarkan hasilnya hanya pada Allah. Ketika seseorang benar-benar meyakini bahwa Allah mencukupi, maka ia tidak akan terlalu gundah dalam menghadapi kegagalan, kehilangan, atau perubahan rezeki yang tak terduga.

Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung: pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, Tirmidzi)

Dalam hadist ini, Rasulullah mencontohkan burung. Ia tidak membawa bekal, tidak punya lemari penyimpanan makanan, namun tetap kembali ke sarangnya dengan perut kenyang. Sebab Allah mencukupi makhluk-Nya dengan cara yang tidak terduga. Maka mengapa manusia yang diberi akal dan iman, justru lebih takut pada kekurangan?

Imam Ibn Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Madarij As-Salikin menuliskan bahwa siapa saja yang menggantungkan hatinya pada Allah, niscaya dia akan melihat keajaiban dalam kehidupannya. Menurut beliau, Allah mencukupi tidak hanya berarti memenuhi kebutuhan pokok, tapi juga melindungi, menenangkan hati, dan menghindarkan dari keburukan yang tak terlihat.

Namun tetap saja, godaan dunia membuat banyak orang ragu. Mereka berkata, “Saya sudah berdoa, sudah berusaha, tapi kenapa belum diberi kecukupan?” Pertanyaan ini sering muncul, dan jawabannya tidak selalu bisa dilihat dari ukuran dunia. Karena kadang Allah mencukupi bukan dengan memberi lebih, tapi dengan membuat kita cukup dengan yang sedikit.

Ketamakan dan Rasa Tak Pernah Puas

Sayangnya, di zaman yang serba cepat dan kompetitif ini, rasa cukup menjadi hal yang langka. Banyak orang yang terus menumpuk harta, tapi tidak pernah merasa aman. Setiap hari cemas kehilangan. Setiap malam dihantui kekhawatiran. Padahal bisa jadi Allah sudah mencukupi mereka, namun mereka yang tidak mampu melihatnya.

Ada juga yang mengukur kecukupan hanya dari angka. Mereka merasa baru cukup jika saldo rekeningnya mencapai sekian, jika rumahnya sebesar ini, jika hartanya melebihi orang lain. Namun begitu sampai di sana, mereka tetap merasa kurang. Sebab hati mereka tidak pernah dilatih untuk bersyukur. Maka seberapapun yang diberi, tetap terasa sempit.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menulis: “Orang yang tidak tahu cukup, tidak akan pernah puas meski dunia digenggamnya.”

Perkataan ini menusuk tajam. Karena banyak orang yang terjebak dalam ilusi kesuksesan, padahal jiwanya miskin. Mereka tampak kaya, namun hatinya kosong. Sebaliknya, ada orang yang sederhana secara materi, tapi hidupnya penuh syukur, karena ia percaya bahwa Allah mencukupi kebutuhan dan jiwanya.

Namun tetap ada yang berpikir buruk pada Allah. Mereka merasa ditelantarkan, merasa doa-doanya tak dikabulkan. Mereka berkata, “Kalau benar Allah mencukupi, kenapa saya masih susah?” Padahal Allah tidak pernah lalai, justru manusialah yang tak sabar. Karena rezeki bukan hanya uang. Kesehatan, anak-anak yang patuh, pasangan yang setia, dan ketenangan hati adalah rezeki yang tak bisa dibeli dengan kekayaan.

Allah mencukupi juga bisa berarti dijauhkannya seseorang dari perkara yang sebenarnya buruk baginya. Berapa banyak orang yang mengeluh tidak diterima kerja di tempat tertentu, namun setelah beberapa bulan, perusahaan itu justru bangkrut. Bukankah itu bentuk kecukupan dan perlindungan dari Allah? Hanya saja, karena tertutup oleh nafsu dan ambisi, manusia sering kali tidak bisa melihat rahmat yang tersembunyi.

Berhenti Mengukur dengan Dunia, Mulai Yakin pada Janji-Nya

Saat seseorang benar-benar memahami bahwa Allah mencukupi, maka ia akan berhenti membandingkan hidupnya dengan orang lain. Ia tidak iri, tidak tamak, dan tidak berlebihan. Ia tahu bahwa setiap orang punya porsi masing-masing, dan bahwa Allah tidak pernah salah dalam membagi.

Namun dunia yang gemerlap ini terus menipu. Setiap hari kita dijejali iklan yang memancing nafsu, gaya hidup yang membuat kita merasa kekurangan, dan media sosial yang menampilkan kemewahan semu. Semua itu bisa membuat kita lupa bahwa Allah mencukupi dengan cara yang unik untuk setiap hamba-Nya.

Bagikan:

Related Post