Di antara banyak pertanyaan yang muncul dalam benak masyarakat mengenai hukum keluarga Islam, salah satu yang paling sering ditanyakan adalah mengapa hak menjatuhkan talak hanya diberikan kepada suami. Apakah ini menunjukkan ketimpangan antara suami dan istri? Ataukah ada hikmah yang lebih dalam yang terkandung di balik ketetapan tersebut dalam syariat Islam
Pertanyaan ini tidak hanya lahir dari rasa ingin tahu, namun juga dari keinginan untuk memahami lebih jauh bagaimana Islam menjaga keadilan dan keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga. Dalam Islam, talak atau perceraian bukanlah perkara yang ringan. Ia adalah pintu terakhir yang hanya dibuka ketika segala upaya untuk memperbaiki hubungan suami istri telah ditempuh namun tidak membuahkan hasil.
Mengapa Talak Hanya Terdapat Pada Suami
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Talak itu dua kali setelah itu boleh rujuk dengan cara yang baik atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS Al-Baqarah ayat 229)
Ayat ini menunjukkan bahwa talak adalah hak yang diberikan kepada suami dengan batasan tertentu. Bukan kebebasan mutlak, tetapi amanah yang harus dijalankan dengan pertimbangan matang dan penuh tanggung jawab. Maka dari itu, pemberian hak talak kepada suami bukanlah bentuk kezaliman terhadap perempuan, melainkan bagian dari sistem hukum keluarga yang dirancang secara teliti dan penuh hikmah
Para ulama menjelaskan bahwa alasan utama talak berada di tangan suami adalah karena suamilah yang menanggung tanggung jawab nafkah, perlindungan, dan kepemimpinan dalam rumah tangga. Ia memiliki beban tanggung jawab yang lebih besar dalam menjaga keutuhan keluarga. Oleh sebab itu, hak untuk mengakhiri ikatan pernikahan pun disesuaikan dengan tanggung jawab yang diemban
Rasulullah SAW bersabda: ” Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadist ini menggarisbawahi bahwa suami memiliki posisi sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Dalam posisi ini, suami diharapkan bersikap lebih tenang, rasional, dan penuh pertimbangan sebelum mengambil keputusan besar seperti talak. Karena jika hak ini diberikan kepada istri secara setara tanpa batasan, dikhawatirkan akan terjadi kekacauan emosional yang memperburuk keadaan rumah tangga
Namun bukan berarti Islam menutup pintu bagi istri yang ingin mengakhiri pernikahan. Islam menyediakan jalan bagi perempuan untuk keluar dari pernikahan yang tidak sehat melalui mekanisme khulu’ dan fasakh. Khulu’ adalah permintaan cerai dari istri dengan kompensasi kepada suami, sedangkan fasakh adalah pembatalan nikah oleh hakim karena adanya sebab syar’i seperti kekerasan, tidak dinafkahi, atau penyakit menular
Dengan adanya dua jalur tersebut, Islam tetap menjaga hak perempuan agar tidak terjebak dalam pernikahan yang menyakitkan atau merugikan. Maka anggapan bahwa talak hanya ada pada suami sebagai bentuk ketidakadilan adalah kesalahpahaman yang timbul karena kurangnya pemahaman terhadap mekanisme hukum Islam secara utuh
Islam sangat menekankan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Ketika suami diberi hak untuk menceraikan, ia juga dibebani kewajiban untuk memberikan nafkah saat masa iddah, menunaikan mahar, serta memperlakukan istri dengan cara yang baik sampai perpisahan selesai. Talak tidak boleh dilakukan dengan emosi, tidak boleh dijadikan alat ancaman, dan tidak boleh dijatuhkan sembarangan
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW mengingatkan: ” Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak.” (HR Abu Dawud)
Hadist ini menunjukkan bahwa meskipun talak dibolehkan, namun ia bukanlah solusi utama. Islam mendorong agar setiap konflik rumah tangga diselesaikan melalui musyawarah, nasihat, dan mediasi terlebih dahulu. Hanya ketika semua jalan itu buntu, maka talak menjadi pilihan terakhir, bukan pilihan pertama
Selain itu, Islam mengatur proses talak secara bertahap. Ada talak raj’i di mana suami masih bisa rujuk selama masa iddah, dan ada talak ba’in yang memutus hubungan secara total. Semua ini menunjukkan bahwa hukum talak dalam Islam dirancang dengan sangat hati-hati agar tidak menjadi keputusan yang gegabah dan merugikan salah satu pihak.
Baca Juga : Hukum Vasektomi Dalam Agama Islam
Dalam masyarakat hari ini, kadang-kadang muncul tuntutan agar hak talak juga diberikan kepada istri secara penuh sebagaimana suami. Namun perlu dipahami bahwa Islam bukan sekadar mengatur dengan asas kesetaraan, tetapi dengan asas keadilan. Kesetaraan belum tentu adil, sedangkan keadilan selalu mempertimbangkan kondisi, peran, dan tanggung jawab masing-masing pihak
Ketika suami memiliki tanggung jawab finansial dan sosial yang lebih besar, maka tidaklah aneh jika ia juga diberikan hak untuk mengambil keputusan akhir terhadap pernikahan. Namun tentu saja, keputusan ini tetap harus didasarkan pada nilai kasih sayang dan penghormatan terhadap pasangan, bukan semata-mata kekuasaan
Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap Muslim untuk memahami bahwa hukum Islam bukanlah sistem yang kaku dan tidak manusiawi, melainkan sistem yang lahir dari hikmah dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Hak talak pada suami bukanlah bentuk dominasi, tetapi amanah besar yang harus dijaga dan dijalankan dengan penuh pertanggungjawaban
Sebagai umat Islam, kita dituntut untuk memahami hukum Allah dengan hati yang bersih dan akal yang jernih. Kita tidak boleh terburu-buru menilai hukum-Nya sebagai tidak adil hanya karena tidak sesuai dengan logika modern. Karena sejatinya, dalam setiap ketetapan Allah, selalu ada hikmah yang akan kita rasakan jika kita mau mempelajarinya dengan tulus