Imam Ahmad bin Hanbal pernah menyatakan, “Manusia lebih membutuhkan ilmu dibandingkan makanan dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan setiap waktu.” Pernyataan ini merangkum hubungan mendasar antara kebutuhan spiritual dan intelektual manusia dengan eksistensi mereka. Ilmu tidak hanya menjadi katalis untuk kemajuan individu dan masyarakat, tetapi juga sebagai sarana menuju kebahagiaan abadi. Artikel ini mengkaji argumentasi filosofis dan teologis terkait pernyataan tersebut, dengan mengintegrasikan perspektif Islam dan konteks universal.
Manusia Lebih Membutuhkan Ilmu Dibandingkan Makanan
Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11).
Ayat ini menegaskan status istimewa ilmu sebagai penentu kemuliaan manusia, baik dalam dimensi duniawi maupun ukhrawi. Dalam pandangan ini, ilmu adalah elemen fundamental yang memandu individu untuk mencapai tujuan akhir, yaitu keridaan Allah SWT.
Urgensi Ilmu dalam Dinamika Kehidupan
Manusia tidak dapat terlepas dari kebutuhan terhadap ilmu di setiap aspek kehidupannya. Ilmu tidak hanya memandu tindakan, tetapi juga memberikan landasan untuk memahami esensi eksistensi. Urgensi ilmu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Dalam Islam, pelaksanaan ibadah harus didasarkan pada pemahaman yang benar. Tanpa ilmu, ibadah tidak akan mencapai maqam kesempurnaan. Sebagai contoh, pemahaman mengenai rukun dan syarat sah salat adalah hasil dari akumulasi ilmu fikih.
Dalam konteks interaksi sosial, ilmu menjadi instrumen untuk menciptakan harmoni. Individu yang berilmu memahami pentingnya toleransi, keadilan, dan empati dalam membangun masyarakat.
Ilmu memberikan manusia kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan salah, sehingga mencegah tindakan destruktif yang berakar pada kebodohan.
Relasi Antara Ilmu dan Kebutuhan Fisik
Kebutuhan fisik seperti makanan dan minuman bersifat sementara dan terbatas. Sebaliknya, ilmu memiliki relevansi yang berkelanjutan. Makanan hanya mengatasi kebutuhan jasmani dalam siklus tertentu, sedangkan ilmu memenuhi kebutuhan spiritual dan intelektual sepanjang waktu.
Contoh nyata dari hal ini adalah bagaimana ilmu gizi membantu seseorang memahami pentingnya pola makan sehat, yang pada akhirnya memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan kualitas kesehatan. Dengan demikian, ilmu tidak hanya memperbaiki dimensi spiritual, tetapi juga memperkaya aspek material kehidupan manusia.
Dimensi Filosofis Keutamaan Menuntut Ilmu
Rasulullah SAW bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Hadis ini menekankan kewajiban universal umat Islam untuk mengejar ilmu. Namun, dimensi filosofis dari hadis ini lebih dari sekadar kewajiban religius. Ilmu adalah jembatan menuju transformasi diri. Dalam perjalanan menuju kebenaran, ilmu menjadi medium yang menghubungkan individu dengan tujuan transendental.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). Hadis ini tidak hanya menunjukkan keutamaan ilmu, tetapi juga implikasi eskatologis dari pencarian pengetahuan.
Ilmu dan Bab Tentang Ilmu Bisa Kamu Cek Melalui Youtube Disini
Peningkatan Pembentukan dan Pembangunan Karakter
Ilmu membentuk pola pikir kritis, integritas moral, dan karakter individu. Seorang individu yang berilmu memiliki kapasitas untuk menilai situasi secara objektif dan bertindak sesuai dengan prinsip etika universal. Dalam masyarakat, ilmu berfungsi sebagai pilar untuk menciptakan tatanan yang adil dan harmonis.
Kebodohan, di sisi lain, adalah akar dari berbagai bentuk konflik dan kerusakan. Dengan ilmu, manusia dapat memahami kompleksitas masalah sosial dan menemukan solusi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, ilmu bukan hanya alat untuk mencapai tujuan pribadi, tetapi juga untuk kebaikan kolektif.
Baca Juga Bab : Kebaikan Dengan Merahasiakan Ibadah Tanda Keikhlasan
Perspektif Investasi dalam Ilmu
Ilmu adalah salah satu bentuk investasi yang paling bernilai, baik dari sudut pandang duniawi maupun ukhrawi. Sebagai aset intelektual dan spiritual, ilmu memiliki potensi untuk menghasilkan manfaat jangka panjang yang melampaui batas kehidupan individu. Rasulullah SAW bersabda:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa ilmu memiliki daya pengaruh yang melampaui dimensi temporal. Ilmu yang diajarkan dan bermanfaat bagi orang lain menjadi warisan abadi yang terus memberikan pahala kepada pemiliknya.