Dalam setiap peradaban yang pernah berjaya, kehadiran pemimpin adalah faktor kunci keberlangsungan dan kemakmuran. Namun, sejarah juga mencatat bahwa keruntuhan sebuah bangsa seringkali dimulai dari kerusakan di puncak kekuasaan. Ketika seorang pemimpin mulai lalai terhadap amanah, mengabaikan rakyat, dan menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk memperkaya diri, maka disanalah kehancuran perlahan dimulai.
Dalam Islam, kepemimpinan bukan sekadar posisi atau jabatan, tetapi amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa kepemimpinan memiliki dimensi spiritual yang sangat dalam. Bukan hanya soal manajemen, tapi juga tentang nilai, keadilan, dan integritas.
Rasulullah ﷺ telah memberikan peringatan tentang tanda-tanda akhir zaman. Salah satunya adalah munculnya pemimpin-pemimpin yang tidak layak, yang tidak amanah dan tidak adil. Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya. Pendusta dianggap jujur, orang jujur dianggap pendusta. Pengkhianat dipercaya, dan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Dan Ruwaibidhah akan berbicara.” (HR. Ibnu Majah)
Sahabat bertanya, “Siapakah Ruwaibidhah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan umum.”
Hadis ini begitu relevan dengan kondisi sekarang, di mana banyak pemimpin yang tidak memiliki kapasitas namun tetap diberi panggung, hanya karena popularitas, bukan karena integritas.