Ada satu pertanyaan yang kian sering terdengar di tengah kehidupan yang serba cepat dan padat seperti saat ini mengapa waktu terasa begitu cepat berlalu. Seolah baru kemarin pagi kita membuka mata, kini senja telah datang. Baru saja tahun berganti, kini sudah mendekati akhir tahun kembali. Banyak dari kita mengeluhkan hal ini sambil bertanya apakah waktu memang berjalan lebih cepat atau hanya perasaan semata
Fenomena ini bukan sekadar keluhan kosong. Bahkan Rasulullah SAW telah mengabarkan bahwa menjelang akhir zaman, salah satu tandanya adalah waktu terasa semakin singkat. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda
Zaman akan semakin mendekat waktu akan berlalu begitu cepat ilmu akan dicabut fitnah akan muncul dan kekikiran akan merajalela
(HR Bukhari dan Muslim)
Mengapa Waktu Terasa Begitu Cepat Berlalu
Hadist ini bukan hanya prediksi tetapi juga pengingat bahwa perubahan besar sedang terjadi dalam ritme kehidupan manusia. Bukan berarti jam dinding berputar lebih cepat atau hari-hari berkurang jumlahnya, tetapi karena keberkahan waktu yang semakin menipis, manusia merasa tidak lagi cukup dalam menjalani kehidupan sehari-harinya
Jika direnungkan lebih dalam, banyak faktor yang membuat waktu terasa cepat. Salah satunya adalah kesibukan yang semakin menyita perhatian. Manusia kini hidup dalam tekanan waktu yang luar biasa. Aktivitas terus bertumpuk, tuntutan hidup kian besar, dan waktu untuk merenung pun nyaris hilang. Ketika hari-hari berlalu tanpa makna, maka waktu pun terasa melesat tanpa kesan
Selain itu, terlalu banyaknya distraksi juga berperan besar dalam membuat kita kehilangan kesadaran akan waktu. Layar gawai yang tak pernah lepas dari genggaman, informasi yang mengalir tanpa henti, dan rutinitas yang monoton membuat kita hidup seperti mesin. Kita bangun, bekerja, pulang, dan tidur tanpa jeda untuk benar-benar menikmati momen. Ketika kesadaran terhadap waktu hilang, maka waktu itu sendiri akan terasa singkat
Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk menghargai waktu. Beliau adalah manusia paling produktif yang menjalani hidup dengan penuh keberkahan. Dalam kesibukannya sebagai pemimpin, guru, ayah, dan suami, Rasulullah tetap memiliki waktu untuk merenung, beribadah, dan bersilaturahmi. Waktu dalam hidup beliau tidak hanya padat, tetapi juga penuh arti. Dari sanalah kita belajar bahwa keberkahan waktu tidak tergantung pada banyaknya jam, tetapi pada cara kita mengisinya
Dalam salah satu sabda beliau yang sangat terkenal, Rasulullah bersabda: “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu karenanya adalah kesehatan dan waktu luang.” (HR Bukhari)
Hadist ini menunjukkan bahwa waktu adalah karunia yang seringkali tidak disadari. Ketika kita memiliki waktu luang, sering kali kita menyia-nyiakannya. Ketika waktu berlalu begitu cepat, barulah kita merasa kehilangan. Dan ketika masa muda telah berganti usia tua, kita baru menyadari bahwa waktu adalah aset paling mahal dalam hidup ini
Waktu yang diberkahi adalah waktu yang diisi dengan amal kebaikan, dengan ibadah, dengan ilmu, dan dengan perenungan terhadap makna hidup. Semakin banyak amal yang kita lakukan dalam waktu yang sedikit, maka semakin besar rasa cukup dan damai dalam hati kita. Itulah sebabnya para ulama terdahulu meskipun hidup di zaman tanpa teknologi tetap mampu menghasilkan karya besar, menghafal ribuan hadist, dan menjadi cahaya bagi umat. Semua itu karena waktu mereka diberkahi
Namun bukan berarti terlambat bagi kita untuk memperbaiki cara kita memandang waktu. Justru kesadaran bahwa waktu terasa cepat harus dijadikan cambuk untuk lebih menghargai setiap detik yang tersisa. Jangan tunggu esok untuk berubah, karena mungkin esok bukan bagian dari takdir kita. Jangan tunggu tua untuk berbuat baik, karena usia adalah misteri yang hanya diketahui oleh Allah
Allah berfirman dalam surat Al-‘Asr : “Demi masa sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.”
Ayat ini tidak hanya menegaskan pentingnya waktu tetapi juga memberi solusi agar kita tidak menjadi manusia yang merugi. Caranya adalah dengan mengisi waktu dengan iman, amal, dan saling menguatkan dalam kebaikan. Hidup yang dipenuhi dengan makna tidak akan terasa kosong meskipun singkat. Sebaliknya, hidup yang penuh kelalaian akan terasa hampa walaupun panjang
Maka dari itu, kita perlu menata ulang cara kita menjalani hari. Kurangi waktu yang terbuang sia-sia, perbanyak aktivitas yang memberi nilai. Bangun lebih awal untuk menyambut fajar dengan doa. Sisihkan waktu untuk membaca, menulis, dan merenung. Sempatkan diri untuk mendengarkan orang tua, bermain dengan anak, dan berbagi dengan sesama. Karena semua itu bukan hanya memperlambat waktu secara rasa, tetapi juga memperkaya hidup secara makna
Waktu bukan hanya soal durasi, tetapi tentang kedalaman. Ketika kita menjalani hidup dengan penuh kesadaran, maka setiap hari akan terasa panjang. Bukan karena lambat, tetapi karena padat dengan makna. Dan di situlah letak keberkahan yang sejati
Ketika waktu terasa cepat, itu adalah alarm bagi hati kita. Mungkin ada yang salah dalam prioritas kita. Mungkin ada amal yang tertunda. Mungkin ada doa yang belum sempat dipanjatkan. Maka sebelum waktu benar-benar habis, mari kita isi sisa usia ini dengan sebaik-baiknya amal. Karena waktu tidak bisa diputar ulang dan tidak bisa dibeli kembali
Dan saat hari kita tutup dengan lelah yang penuh keberkahan, maka cepatnya waktu tidak akan terasa menyakitkan. Sebaliknya, ia akan menjadi perjalanan yang indah menuju pertemuan dengan-Nya