Dalam kehidupan sehari-hari, minum air putih sering dianggap hal biasa. Padahal, air adalah karunia besar yang diciptakan Allah untuk menjaga keseimbangan tubuh, kesehatan, dan bahkan ketenangan jiwa. Di tengah maraknya minuman berperisa, berenergi, dan berpewarna, kebiasaan minum air putih mulai tergeser. Padahal, Islam memiliki pandangan luhur terhadap kesederhanaan dalam konsumsi, termasuk soal air.
Minum air putih bukan sekadar kebutuhan fisiologis, tetapi mencerminkan gaya hidup yang bersih, alami, dan sehat. Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat sederhana dalam minum. Beliau tidak memilih minuman yang berlebih-lebihan, tidak mementingkan kenikmatan duniawi dalam urusan minuman, dan justru lebih sering minum air putih sebagai pilihan utama. Ini menjadi teladan kuat bagi umatnya dalam menjaga pola hidup yang seimbang.
Allah SWT berfirman: “Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup.” (QS Al-Anbiya: 30)
Ayat ini menunjukkan pentingnya air bagi keberlangsungan hidup. Maka minum air putih bukan hanya kebiasaan sehat, tetapi bentuk penghargaan terhadap ciptaan Allah yang paling mendasar. Sayangnya, banyak orang meremehkan air putih dan lebih memilih minuman bersoda, kopi, teh manis, bahkan minuman berbahan kimia yang tidak bermanfaat bagi tubuh. Padahal, air putih adalah nikmat yang tiada tandingannya.
Pandangan Ulama dan Adab Minum Air Putih
Para ulama memandang bahwa menjaga kesehatan adalah bagian dari kewajiban syar’i. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskan bahwa seseorang harus menjaga tubuhnya dengan makanan dan minuman yang baik, bersih, dan tidak membahayakan. Dalam konteks ini, minum air putih adalah bentuk konsumsi yang paling ideal karena bebas dari zat tambahan dan tidak membebani sistem metabolisme tubuh.
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu minum dalam satu tegukan seperti minumnya unta. Tetapi minumlah dua atau tiga kali tegukan, dan sebutlah nama Allah ketika kamu minum dan pujilah Allah setelah selesai.” (HR Tirmidzi)
Hadist ini bukan hanya mengajarkan adab minum, tapi juga menekankan bahwa cara minum air putih pun harus disesuaikan dengan tuntunan sunnah. Minum dalam tiga tegukan, duduk saat minum, menggunakan tangan kanan, dan tidak tergesa-gesa adalah tanda syukur atas nikmat air. Bukan hanya apa yang diminum yang penting, tapi juga bagaimana cara meminumnya.
Imam Ibn Qayyim Al-Jauziyyah dalam Zad al-Ma’ad menjelaskan bahwa Rasulullah SAW lebih menyukai minum air putih yang dingin, bersih, dan tidak berbau. Beliau tidak menyukai minuman yang dicampur dengan bahan-bahan yang bisa mengubah sifat alami air. Hal ini menjadi dasar bahwa minum air putih adalah pilihan hidup yang mencerminkan fitrah dan kesederhanaan.
Sentimen Emosional Seputar Minum Air Putih
Di satu sisi, minum air putih menghadirkan ketenangan. Banyak orang yang merasa lebih ringan, lebih segar, dan lebih fokus setelah minum air. Ketika bangun pagi dan tubuh dialiri air pertama kali, sensasi kesejukan itu menyentuh kesadaran batin yang dalam. Tidak ada suara gelembung, tidak ada rasa tambahan, hanya air murni yang membawa kehidupan. Inilah bentuk kenikmatan yang paling jujur, dan sayangnya, paling sering dilupakan.
Namun di sisi lain, minum air putih sering dianggap tidak istimewa. Anak-anak dibiasakan dengan minuman rasa sejak kecil, remaja tertarik pada minuman kemasan kekinian, orang dewasa terjebak pada kopi dan teh manis. Akibatnya, tubuh kehilangan kesegarannya, kulit menjadi kering, konsentrasi menurun, dan berbagai penyakit mulai bermunculan karena kurangnya konsumsi air putih.
Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan budaya minum yang membahayakan. Alih-alih membiasakan minum air putih, banyak keluarga justru menggantungkan diri pada produk-produk yang lebih menguntungkan produsen daripada menyehatkan konsumen. Mereka melupakan bahwa air putih adalah pilihan yang paling tepat, paling hemat, dan paling menenangkan.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya air itu bersih dan tidak najis kecuali jika berubah warna, rasa, atau baunya.” (HR Abu Dawud)
Hadist ini menunjukkan bahwa air yang murni adalah sumber kesucian. Maka minum air putih yang bersih menjadi bagian dari menjaga kesucian batin dan fisik. Jika seseorang lebih memilih minuman yang mengandung pewarna atau pengawet, maka ia telah meninggalkan kesucian dan kesederhanaan yang diajarkan Rasulullah.
Imam Malik dalam Al-Muwatha’ menyebutkan bahwa air adalah minuman para nabi, para orang saleh, dan pilihan hidup yang diberkahi. Maka kebiasaan minum air putih bukanlah gaya hidup kuno, melainkan warisan para nabi yang mengajarkan kesederhanaan dan ketenangan hati.