Dalil Mengenai Rokok dan Vape

Dalil Mengenai Rokok dan Vape

Perkembangan zaman membawa banyak perubahan, termasuk dalam gaya hidup manusia. Salah satu tren yang berkembang pesat adalah penggunaan rokok vape. Produk yang awalnya digadang-gadang sebagai alternatif lebih aman dari rokok konvensional ini, kini justru menjadi gaya hidup baru, terutama di kalangan anak muda. Namun dalam Islam, segala sesuatu tidak hanya diukur dari modernitas dan kemasan, melainkan dari manfaat dan mudaratnya. Maka penting untuk menggali dalil mengenai rokok vape agar umat tidak terjebak dalam kebiasaan yang bisa membawa kerusakan.

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi prinsip menjaga kesehatan dan mencegah bahaya. Segala bentuk kebiasaan yang membahayakan diri atau orang lain dilarang, meskipun belum terlihat dampaknya secara langsung. Dalam hal ini, rokok vape menjadi bahan perbincangan serius karena meski diklaim sebagai alternatif, nyatanya tetap mengandung zat adiktif dan bahan kimia lain yang bisa merusak tubuh.

Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS Al-Baqarah: 195)

Ayat ini menjadi fondasi dasar bahwa segala perbuatan yang mengarah pada kerusakan fisik atau mental, termasuk kebiasaan menggunakan rokok vape, bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang. Meskipun belum ada nash khusus yang menyebutkan vape, namun kaidah fiqih berlaku secara umum: “Segala sesuatu yang membahayakan adalah haram.”

Pandangan Ulama Tentang Rokok dan Vape

Mayoritas ulama kontemporer telah menyatakan bahwa merokok hukumnya makruh, bahkan sebagian menyebut haram jika terbukti membahayakan. Sedangkan vape sebagai produk baru tidak luput dari sorotan para ahli fikih modern. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam beberapa fatwanya telah menegaskan bahwa penggunaan vape yang mengandung nikotin dan bahan berbahaya termasuk dalam kategori syubhat bahkan haram bila terbukti membawa mudarat.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, seorang ulama besar dari Arab Saudi, pernah menyatakan bahwa segala bentuk konsumsi yang menyebabkan kerusakan pada tubuh harus dijauhi. Beliau berkata:

“Jika para dokter menyatakan bahwa roko atau yang semacamnya mengandung bahaya nyata, maka penggunaannya termasuk perbuatan haram karena bertentangan dengan tujuan syariat menjaga jiwa.”

Dalam konteks ini, roko vape tidak bisa dilepaskan dari kajian medis. Banyak penelitian menyatakan bahwa meskipun tidak menghasilkan tar seperti roko biasa, vape tetap mengandung bahan berbahaya seperti formalin, nikotin cair, logam berat, dan senyawa kimia lainnya. Jika rokok dibakar, maka vape diuapkan—tetapi uapnya bukan uap biasa, melainkan campuran kimia yang masuk ke paru-paru dan darah pengguna.

Sebagian orang berpendapat bahwa vape adalah solusi untuk berhenti merokok. Tapi jika solusi itu tetap menjerat pengguna dalam kecanduan, lalu di mana letak maslahatnya? Inilah yang membuat banyak ulama menilai bahwa rokok vape bukan solusi, melainkan bentuk lain dari candu yang dibungkus dengan teknologi dan gaya.

Sentimen Sosial dan Dampak Nyata Vape di Masyarakat

Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan vape kini menjadi bagian dari gaya hidup urban. Dengan berbagai varian rasa dan kemasan menarik, vape masuk ke ruang-ruang sosial tanpa resistensi yang berarti. Anak-anak muda, bahkan sebagian pelajar, mulai terbiasa menghisap vape di tempat umum, seakan itu hal yang wajar. Padahal dampak jangka panjangnya bisa jauh lebih berbahaya daripada yang dibayangkan.

Banyak orang tua mengeluhkan perubahan sikap anak-anak mereka setelah mengenal vape. Ada yang menjadi lebih mudah emosi, lebih boros, bahkan lebih tertutup. Semua ini bukan hanya soal kesehatan fisik, tapi juga krisis moral. Ketika budaya merokok dan vaping dianggap keren, maka generasi yang lahir akan terbiasa memanjakan hawa nafsu dan menyepelekan bahaya.

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR Ahmad, Ibn Majah)

Hadist ini memperjelas bahwa Islam menolak segala bentuk perbuatan yang bisa menimbulkan bahaya, baik pada diri sendiri maupun lingkungan. Uap dari vape bukan hanya dihirup oleh pengguna, tetapi juga orang di sekitarnya. Ini menjadikan vape sebagai sumber mudarat bagi banyak pihak, bukan hanya personal.

Ironisnya, banyak yang membela diri dengan alasan bahwa vape tidak mengandung tar, atau lebih bersih dibanding roko biasa. Namun jika zat yang masuk ke dalam tubuh tetap berdampak buruk, apakah layak disebut aman? Para pengguna vape seharusnya bertanya pada diri sendiri: apakah kebiasaan ini memberi manfaat? Ataukah justru menguras uang, kesehatan, dan menjauhkan dari kebaikan?

Sebagian ulama juga menekankan bahwa pengeluaran uang untuk sesuatu yang tidak mendatangkan maslahat bisa dikategorikan sebagai pemborosan. Dan pemborosan adalah sifat yang dicela dalam Islam. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang boros adalah saudara-saudara setan.” (QS Al-Isra: 27)

Jika vape digunakan setiap hari dengan biaya yang tidak sedikit, apakah itu bukan bentuk israf? Apakah pengeluaran itu lebih baik dibanding digunakan untuk membantu fakir miskin, atau menafkahi keluarga? Pertanyaan ini seharusnya menggugah kesadaran bahwa menjadi pengguna vape bukan hanya soal pilihan pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial dan agama.

Bagikan:

Related Post