Apa Maksud dan Ciri Futur

Apa Maksud dan Ciri Futur

Dalam perjalanan panjang menuju Allah, tidak semua langkah terasa ringan dan bersemangat. Ada kalanya semangat menurun, gairah ibadah memudar, dan hati terasa gersang. Fenomena ini dikenal dalam Islam sebagai futur. Mungkin sebagian orang masih bertanya-tanya apa maksud futur dan bagaimana bisa ia hadir dalam hati orang yang sebelumnya istiqamah dalam kebaikan

Futur adalah kondisi saat seseorang mengalami penurunan semangat dalam menjalankan amal kebaikan. Ia bukan sekadar malas sesaat tetapi gejala mendalam yang bisa menjadi awal dari kemunduran spiritual yang mengkhawatirkan. Apa maksud dari futur adalah kondisi yang menandakan adanya masalah pada kekuatan iman atau kelemahan dalam menjaga stamina ruhani.

Para ulama seperti Imam Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa futur adalah bagian dari sunnatullah dalam perjalanan iman manusia. Dalam kitab Madarijus Salikin beliau menulis bahwa iman itu naik turun. Turunnya iman bukan selalu tanda kehancuran tetapi jika tidak ditangani dengan benar maka bisa menjadi awal dari kehancuran. Karena itu mengenali apa maksud futur sangat penting agar seseorang bisa segera menyadari tanda-tandanya.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadist: ” Bahwa setiap amal ada masa semangatnya dan setiap semangat ada masa futur-nya. Barang siapa masa futur-nya masih berada dalam sunnah maka ia berada di atas petunjuk namun barang siapa masa futur-nya menuju maksiat maka ia binasa.” (HR Imam Ahmad)

Kondisi futur sangat berbahaya jika tidak disadari. Banyak orang yang sebelumnya rajin beribadah perlahan-lahan mulai kendor. Dulu selalu hadir dalam majelis ilmu kini lebih memilih sibuk dengan hal-hal duniawi. Dulu ringan untuk tahajud kini bangun untuk subuh saja terasa berat. Dulu mudah tersentuh dengan bacaan Al-Qur’an kini hati menjadi keras dan tidak lagi merespons ayat-ayat Allah.

Gejala Futur dalam Diri

Mengetahui apa maksud futur tidak cukup jika tidak disertai dengan kewaspadaan terhadap tanda-tanda kemunculannya. Futur bisa muncul secara perlahan dan tanpa disadari menguasai hati hingga seseorang benar-benar kehilangan semangat ibadahnya. Ciri yang paling umum adalah mulai merasa berat untuk melaksanakan ibadah yang dulunya terasa ringan.

Futur bisa terlihat dari gejala seperti sering menunda-nunda amal kebaikan. Hati selalu berbisik nanti saja atau besok masih ada waktu. Padahal waktu tak pernah menjanjikan siapa pun. Ciri lain yang muncul adalah hilangnya rasa nikmat dalam ibadah. Shalat menjadi rutinitas kosong tanpa rasa tunduk dan khusyuk. Zikir hanya sekadar lantunan lisan tanpa hati yang terhubung.

Dalam kondisi futur seseorang mulai lebih tertarik pada perkara dunia. Ia merasa lebih nyaman menghabiskan waktu di media sosial daripada mengaji atau menghadiri kajian. Bahkan lebih dari itu futur bisa membuat seseorang mencari-cari pembenaran atas kelalaiannya. Ia mulai meragukan pentingnya amal tertentu mulai merasa cukup dengan iman di hati dan meninggalkan amal lahiriah dengan alasan tidak ingin riya.

Yang lebih menyedihkan lagi adalah ketika futur membuat seseorang berbalik dari kebaikan. Ia mulai menyalahkan orang-orang yang masih istiqamah menyebut mereka fanatik atau munafik hanya karena dirinya sudah tidak kuat menjaga semangat. Padahal hakikatnya itu adalah bentuk pembelaan diri dari rasa bersalah yang tidak ingin diakui.

Futur dalam Pandangan Ulama dan Jalan Keluar

Ulama salaf sangat mewaspadai fenomena futur karena mereka tahu betapa bahayanya jika futur dibiarkan mengakar. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa hati manusia adalah tempat naik turunnya cahaya. Ketika cahaya itu meredup maka amal akan ikut padam. Oleh karena itu penting untuk menjaga suasana hati tetap bersih dan lingkungan tetap positif.

Salah satu cara mengatasi futur adalah dengan terus menjaga koneksi dengan Al-Qur’an. Kalaupun tidak bisa banyak membaca maka dengarkan dan resapi maknanya. Jangan tinggalkan shalat sunnah hanya karena merasa berat. Justru ketika berat itulah ujian sebenarnya. Jangan juga menuntut diri untuk selalu berada dalam semangat tinggi. Bahkan para sahabat pun pernah mengalami futur.

Hanzhalah berkata kepada Abu Bakar bahwa dirinya merasa munafik karena tidak bisa terus merasa khusyuk seperti saat di majelis Rasulullah. Maka mereka pun mendatangi Rasulullah dan beliau bersabda bahwa ada waktu untuk ini dan ada waktu untuk itu. Kalimat ini menjadi penghibur bagi siapa pun yang sedang futur bahwa kondisi itu bukanlah akhir tapi bagian dari perjalanan.

Hindari lingkungan yang membawa pada kelalaian. Jika teman-teman hanya mengajak bicara soal dunia maka perlahan futur akan berkembang. Pilih teman yang bisa menarik kita kembali saat kita mulai mundur. Perbanyak istighfar dan doa minta kepada Allah agar tidak ditinggalkan dalam kelalaian. Karena hanya Allah yang mampu membalikkan hati dan menghidupkan semangat iman kembali.

Bagikan:

Related Post