Mengenal Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Mengenal Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Sejarah Islam dipenuhi dengan sosok-sosok pemimpin yang membawa cahaya kebenaran. Namun, ketika kita berbicara tentang keadilan, ketakwaan, dan kepemimpinan yang penuh kasih sayang, maka nama Umar bin Abdul Aziz sering kali menjadi bintang yang bersinar terang. Banyak sejarawan menyebutnya sebagai khalifah yang kelima, setelah Khulafaur Rasyidin. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab pemerintahannya yang singkat, hanya sekitar dua tahun lebih, mampu meninggalkan jejak yang begitu dalam dalam hati umat Islam. Maka penting bagi kita mengenal khalifah agung ini lebih dekat, memahami keteladanan, dan juga sisi lain yang mungkin jarang disinggung, agar kita dapat mengambil pelajaran berharga darinya.

Latar Belakang dan Perjalanan Hidup

Umar bin Abdul Aziz lahir pada tahun 61 Hijriyah, di Madinah. Ia berasal dari keluarga Bani Umayyah, cucu dari Umar bin Khattab melalui jalur ibunya, Ummu Asim binti Asim bin Umar bin Khattab. Dari silsilah ini, tampak jelas bahwa darah kepemimpinan dan ketegasan mengalir dalam dirinya. Namun, berbeda dengan kebanyakan khalifah Bani Umayyah yang dikenal hidup mewah dan penuh kekuasaan, Umar bin Abdul Aziz tumbuh dalam lingkungan ilmu, zuhud, dan ketaatan kepada Allah.

Sejak kecil, ia dididik oleh ulama besar Madinah, di antaranya Abdullah bin Umar, Salim bin Abdullah, dan Sa’id bin Musayyib. Pendidikan inilah yang membentuk karakternya menjadi sosok pemimpin yang lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Dengan mendalami perjalanan hidupnya, kita akan lebih mudah mengenal khalifah ini, yang tak hanya menjadi penguasa, tetapi juga seorang hamba Allah yang tulus.

Meski lahir dalam lingkungan bangsawan, Umar bin Abdul Aziz tidak terjebak dalam gemerlap dunia. Ia tumbuh menjadi seorang pemuda cerdas, penyabar, dan penuh kasih sayang kepada rakyat. Bahkan sebelum menjadi khalifah, ia dikenal sebagai gubernur Madinah yang bijaksana, adil, dan sangat dicintai masyarakat.

Kepemimpinan yang Singkat namun Berpengaruh

Saat mengenal khalifah Umar bin Abdul Aziz, kita akan menemukan satu hal yang unik adalah pemerintahannya sangat singkat, tetapi pengaruhnya sangat besar. Ia diangkat sebagai khalifah setelah wafatnya Sulaiman bin Abdul Malik pada tahun 99 H.

Ketika naik tahta, Umar bin Abdul Aziz langsung memutus tradisi mewah yang selama ini melekat pada para penguasa Bani Umayyah. Ia menolak tinggal di istana megah, justru memilih hidup sederhana. Bahkan, ia mengembalikan harta kekayaan keluarga khalifah yang sebelumnya diambil secara tidak adil dari rakyat. Langkah ini membuat banyak orang terkejut, bahkan sebagian kalangan elit politik marah karena kehilangan sumber kemewahan mereka.

Namun, inilah kehebatan Umar bin Abdul Aziz. Ia tidak takut kehilangan dukungan dari bangsawan demi meraih ridha Allah. Ia ingin membuktikan bahwa menjadi pemimpin bukanlah jalan untuk memperkaya diri, melainkan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah. Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Pemimpin itu adalah penggembala, dan setiap penggembala akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam konteks ini, Umar bin Abdul Aziz benar-benar menjadikan hadits tersebut sebagai panduan hidupnya. Ia sadar betul bahwa jabatan khalifah bukanlah kehormatan, melainkan ujian berat.

Hikmah yang Dipetik Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Kebaikan Umar bin Abdul Aziz begitu banyak, hingga hampir setiap sisi kehidupannya menjadi teladan. Ia menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, menghapuskan pajak-pajak yang memberatkan rakyat, serta memberikan hak yang layak bagi orang miskin. Di masanya, hampir tidak ditemukan orang miskin yang mau menerima sedekah, sebab kebutuhan mereka sudah tercukupi oleh baitul mal. Betapa indahnya masa itu, hingga orang berkata bahwa bumi Islam seakan-akan dipenuhi cahaya keberkahan.

Namun, mengenal khalifah ini secara jujur juga harus menyadari bahwa pemerintahannya tidak sepenuhnya mulus. Banyak bangsawan dan pejabat tinggi yang membencinya, sebab mereka kehilangan harta dan kemewahan yang sebelumnya mudah didapat. Umar bin Abdul Aziz sering kali menghadapi fitnah, tekanan politik, bahkan upaya untuk meracuni dirinya. Sejarawan menyebutkan bahwa wafatnya pun diduga karena diracun oleh orang-orang yang merasa dirugikan dengan kebijakan-kebijakannya.

Sisi buruk yang dialami Umar bin Abdul Aziz ini justru memperlihatkan betapa beratnya perjuangan seorang pemimpin yang ingin menegakkan kebenaran. Ia dikecam, dimusuhi, bahkan diancam, tetapi tetap teguh pada jalan Allah. Inilah yang membuat namanya begitu harum, bahkan berabad-abad setelah wafatnya.

Pandangan Ulama tentang Umar bin Abdul Aziz

Banyak ulama memuji Umar bin Abdul Aziz sebagai contoh pemimpin yang adil. Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Tidak ada khalifah yang lebih menyerupai Umar bin Khattab selain Umar bin Abdul Aziz.” Pernyataan ini menunjukkan betapa dekatnya sosok beliau dengan keteladanan para Khulafaur Rasyidin.

Al-Imam Asy-Syafi’i juga menyanjungnya dengan berkata: “Umar bin Abdul Aziz adalah seorang imam yang adil. Tidak ada seorang pun dari kalangan Bani Umayyah yang lebih utama darinya.”

Pandangan ulama ini menegaskan bahwa Umar Aziz bukan hanya sekadar penguasa, tetapi juga seorang hamba Allah yang zuhud, wara’, dan sangat berhati-hati dalam setiap kebijakannya. Dengan mengenalnya, kita bisa memahami bahwa menjadi pemimpin sejati bukanlah soal kekuasaan, tetapi soal tanggung jawab spiritual yang besar.

Kehidupan Sederhana dan Ketaatan

Yang membuat banyak orang kagum saat mengenal khalifah ini adalah kesederhanaannya. Ia tidak mau hidup bermewah-mewah meski memiliki akses pada kekayaan negara. Istrinya bahkan pernah bersedih karena perhiasannya dikembalikan ke baitul mal atas perintah Umar. Baginya, tidak pantas seorang pemimpin hidup mewah ketika rakyatnya masih membutuhkan.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwabeliau  pernah berkata: “Aku takut bila aku tidur kenyang, sementara di negeri Islam ada orang yang kelaparan.” Kata-kata ini menjadi simbol dari ketakwaan dan tanggung jawab seorang pemimpin sejati.

Meski pemerintahannya singkat, warisannya tetap hidup hingga kini. Ia menunjukkan bahwa kepemimpinan Islam bukanlah kekuasaan yang menindas, melainkan kasih sayang yang membebaskan rakyat dari kesulitan.

Bagikan:

Related Post